UU PPSK memungkinkan BPR perkuat modal melalui IPO, ini syaratnya…

- 5 Januari 2023 - 09:58

 

digitalbank.id – Efisiensi, konsolidasi dan penguatan modal adalah kata kunci sukses Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di masa depan. Ini antara lain yang menjadi perhatian pemerintah yang dituangkan dalam Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). UU PPSK ini telah membuka ruang bagi Bank Perkreditan Rakyat atau BPR untuk memperkuat konsolidasi sekaligus meningkatkan modal melalui initial public offering (IPO). Berdasarkan beleid tersebut, BPR dapat melakukan penawaran umum di bursa efek dengan syarat dan ketentuan yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyatakan bahwa ketentuan dalam UU PPSK dapat melakukan listed, transfer dana, perluasan kerja sama dengan bank umum ataupun lembaga jasa keuangan lain, serta penyertaan modal terhadap lembaga penunjang BPR. “Ini tentu saja memerlukan, yang bisa dikatakan, penulisan kembali atau rewriting kebijakan kami supaya memastikan bahwa apa yang dicantumkan dalam UU betul-betul bisa diimplementasikan untuk kemajuan BPR,” tuturnya Senin (4/1/2023).

Menurut Dian, salah satu poin terpenting dari UU PPSK adalah menuntut proses konsolidasi lebih cepat. Oleh sebab itu, OJK perlu merumuskan syarat dan ketentuan secara cermat. Tidak hanya berfokus pada kinerja bank, tetapi juga mengutamakan aspek perlindungan konsumen. “Tentu ada persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh kami di samping bank bisa bekerja dengan baik, tapi juga aspek perlindungan konsumen. Jangan sampai ada yang dirugikan, baik itu investor pasar modal maupun yang terkait dengan transfer dana,” kata Dian.

Sementara itu, Dian juga mengatakan bahwa sejauh ini OJK telah melakukan banyak upaya untuk mendorong konsolidasi BPR, di antaranya, menetapkan modal inti minimum sebesar Rp6 miliar paling lambat akhir Desember 2024. “Walaupun jatuh temponya pada 2024, tetapi kami sekarang melakukan akselerasi dan kami sangat mendorong dengan bekerja sama asosiasi untuk mempercepat konsolidasi BPR. Ini sangat penting bukan hanya untuk BPR tapi juga untuk rakyat,” tuturnya.  

Dian mengungkapkan bahwa BPR cukup dibutuhkan dalam layanan keuangan masyarakat, khususnya usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Oleh karena itu, OJK menilai dibutuhkan langkah-langkah sistematis untuk memperkuat BPR. Berdasarkan catatan OJK, saat ini terdapat 1.612 BPR di Indonesia. Jumlah ini dinilai Dian kurang efisien karena beberapa grup BPR, baik pemilik individu maupun perusahaan, memiliki BPR lebih dari 1 bahkan hingga 10. “Selanjutnya, ini akan kami dorong terus untuk melakukan merger, sehingga hanya ada akan 1 BPR oleh satu pemegang saham pengendali,” kata Dian Ediana. Merujuk Laporan Profil Industri Perbankan Indonesia yang dirilis OJK, total aset BPR sampai dengan akhir September 2022 mencapai Rp175,65 miliar. Realisasi ini meningkat sebesar 8,18 persen dibandingkan periode sama tahun lalu (year-on-year/yoy).(SAF)

Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.