OJK mencatat pertumbuhan dana pihak ketiga perbankan melambat, penyebabnya?

- 3 Oktober 2022 - 20:22

digitalbank.id – OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) melaporkan kinerja uang atau dana pihak ketiga tumbuh lebih lambat pada Agustus 2022. Para ekonom menilai kemungkinan besar mengaitkan perlambatan dengan kenaikan inflasi domestik. OJK mencatat bahwa dana pihak ketiga (DPK)  bank meningkat 7,77% tahun-ke-tahun pada Agustus 2022 menjadi Rp7.608 triliun.

Tingkat pertumbuhannya telah melambat sejak Juli 2022, ketika naik 8,59% YoY. Perlambatan simpanan terutama disebabkan oleh setoran situs. Amin Nurdin, staf pengajar senior Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), mengatakan penurunan DPK bersifat musiman dan seiring dengan peningkatan banyak produk keuangan utama.

“Masyarakat melihat kondisi saat ini lebih banyak untuk konsumsi daripada menyimpan uangnya karena harga-harga melambung tinggi, dampak dari kenaikan BBM [Bahan Bakar Minyak],” tutur Amin ketika, Senin (3/10/2022). Badan Pusat Statistik (BPS) pada hari ini mengumumkan laju inflasi pada September 2022 mencapai 1,17 persen secara bulanan (month-to-month/mtm) atau tertinggi sejak Desember 2014.

Adapun secara tahunan menembus 5,95 persen. BPS mencatat komoditas utama penyumbang inflasi adalah harga BBM, beras dan tarif angkutan dalam kota. Sektor transportasi berkontribusi 1,08 persen terhadap inflasi September 2022. Meski demikian, Amin memproyeksikan awal tahun depan, masyarakat akan kembali mempertimbangkan untuk menyimpan dananya di perbankan sehingga guncangan terhadap likuiditas perbankan hanya bersifat sementara.

“Untuk strategi pengelolaan likuiditas, bank bisa mencari alternatif pembiayaan lain. Kalau untuk DPK korporasi, sifatnya lebih seasonal lagi karena biasanya menjelang akhir tahun ada pembayaran untuk proyek-proyek tertentu, jadi pastinya akan turun,” tegasnya.

Sejauh ini, OJK menyampaikan likuiditas perbankan terpantau masih dalam level memadai, meski di tengah tren penurunan likuiditas sebagai dampak dari pengetatan moneter baik melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) maupun suku bunga acuan. OJK mencatat rasio alat likuid/non-core deposit (AL/NCD) dan alat likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing sebesar 118,01 persen dan 26,52 persen. Posisi ini masih jauh di atas ambang batas minimum, yang masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.(SAF)

Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.