OJK dorong P2P lending fokus layani UMKM bukan sekadar menjadi pinjol

- 27 Maret 2022 - 21:03

digitalbank.id – OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) terus menata platform P2P lending. Setelah regulasi baru tekfin pendanaan bersama (P2P lending) nantinya resmi berlaku, setiap platform harus mulai berkomitmen untuk lebih banyak melayani pelaku UMKM dan tak sekadar menjadi pinjaman online (pinjol) untuk kebutuhan konsumtif.

Demikian disampaikan Anggota Dewan Komisioner sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Riswinandi, seiring temuan beberapa platform yang hanya menjadi alat pemutar likuiditas eksklusif buat pemegang sahamnya. Sebab, suatu platform yang hanya memiliki pemegang sahamnya sendiri sebagai pemberi pinjaman (lender) institusi dominan, kemungkinan besar menjadi malas memperluas kemitraan, nyaman dengan penyaluran pinjaman ke sektor konsumtif, dan cenderung kurang bisa menjaring lender ritel.

“Kalau seperti ini, platform jadi [seolah-olah] bikinin utang pemegang sahamnya. Maka dari itu, ke depan akan kami batasi, juga ada ketentuan peningkatan modal minimal. Harapannya, komitmen pemegang saham suatu platform untuk menjamin tata kelola P2P lending yang baik menjadi lebih tinggi,” ujar Riswnandi dalam diskusi ‘Perkembangan dan Transformasi Pengawasan Sektor IKNB’ bersama media, Medan, Sumatra Utara, dikutip Minggu (27/3/2022).

OJK menekankan bahwa platform tekfin pendanaan bersama harus sesuai dengan fungsi awalnya, yaitu kegiatan urun pendanaan yang mempertemukan antara lender dengan para peminjam (borrower). Apabila praktik persaingan sehat dapat terjaga, setiap platform pasti akan berlomba-lomba memperkuat kualitas penyaluran pinjamannya untuk memunculkan ketertarikan masyarakat menjadi lender ritel di tempatnya.

Begitu pula untuk menarik minat lembaga keuangan menjadi lender institusi. Sebab, lembaga keuangan pasti hanya akan melirik platform P2P lending yang memiliki kredibilitas, serta terbukti memiliki creditworthiness assessment yang baik dalam rangka meminimalkan tingkat gagal bayar para borrower-nya. Iklim ideal ini harapannya berdampak positif dalam hal memperkuat kontribusi industri menjangkau pelaku UMKM dan individu berkualitas yang sebelumnya sulit menjangkau akses kredit dari lembaga keuangan konvensional.

Juga memperkuat ciri khas industri sebagai lembaga jasa keuangan yang memiliki karakteristik fleksibel dan cepat dengan pinjaman bernilai kecil dan bertenor singkat. “Kalau setiap platform berlomba memperkuat kualitas pinjaman, maka mereka akan memperluas kemitraan untuk mengasah kemampuan credit score miliknya. Akhirnya, industri ini tak melulu mengurus pinjaman online saja, tapi juga ada kerja-kerja fisik untuk meningkatkan kinerjanya lewat memperluas kemitraan dengan suatu ekosistem,” jelasnya.

Riswinandi mencontohkan suatu platform P2P lending yang melayani pinjaman invoice suatu UMKM di bidang vendor atau supplier, biasanya telah bermitra dengan entitas pemberi invoice terkait, atau biasa disebut payor. Begitu pula dengan yang melayani pinjaman buat individu atau pelaku usaha dalam ekosistem e-commerce, pun biasanya telah bermitra dengan e-commerce terkait. Oleh sebab itu, beberapa poin aturan main baru untuk industri tekfin P2P lending yang akan meluncur dalam waktu dekat, salah satunya bertujuan memperkuat terselenggaranya iklim bisnis ideal tersebut. Antara lain, lewat peningkatan ekuitas minimal, pembatasan kontribusi dari lender institusi non-lembaga keuangan, mewajibkan SDM pengurus platform memiliki pengalaman manajerial dalam penyaluran kredit di lembaga keuangan konvensional, serta peningkatan kewajiban transparansi dalam rangka perlindungan dua sisi konsumen pengguna platform, yaitu para lender dan borrower.(SAF)

 

Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.