Pertumbuhan kredit multifinance 2024 melambat, jauh di bawah target OJK

- 16 Februari 2025 - 08:28

Pertumbuhan piutang pembiayaan multifinance pada 2024 hanya mencapai 6,82% (yoy), jauh di bawah target Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memproyeksikan pertumbuhan 10%–12%. Perlambatan ini sudah berlangsung selama enam bulan berturut-turut sejak Juli 2024. Kendati demikian, rasio pembiayaan bermasalah (non-performing financing/NPF) masih dalam batas aman, dengan tingkat net sebesar 0,75% dan bruto 2,70%.


Poin utama:

  1. OJK menargetkan pertumbuhan piutang multifinance sebesar 10%–12%, namun realisasinya hanya 6,82% yoy pada Desember 2024, dengan total piutang mencapai Rp530,46 triliun.
  2. Sejak Juli 2024, pertumbuhan piutang terus melemah. Meskipun pembiayaan investasi naik 9,66%, sektor lain tidak mampu menopang target keseluruhan.
  3. Rasio NPF bruto berada di level 2,70% dan net 0,75%. Gearing ratio perusahaan pembiayaan juga masih dalam batas aman di angka 2,31 kali, jauh di bawah batas maksimum 10 kali yang ditetapkan regulator.

Industri pembiayaan (multifinance) mengalami perlambatan pertumbuhan sepanjang 2024. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya menargetkan ekspansi kredit sebesar 10–12%, namun realisasi piutang hanya tumbuh 6,82% year on year (yoy) pada Desember 2024. Capaian ini menjadi angka pertumbuhan terendah dalam enam bulan terakhir, menandai tren pelemahan sejak Juli 2024.

“Piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan (multifinance) tumbuh sebesar 6,82% yoy pada Desember 2024 menjadi Rp530,46 triliun,” ungkap Ketua Dewan Komisioner OJK dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta pekan ini.

Meski target meleset, industri ini masih menunjukkan ketahanan dari sisi profil risiko. Tingkat pembiayaan bermasalah (non-performing financing/NPF) tetap terkendali, dengan rasio net di angka 0,75% dan bruto 2,70%. Dari sisi pendanaan, gearing ratio perusahaan pembiayaan tercatat di level 2,31 kali, masih jauh di bawah batas maksimum 10 kali yang ditetapkan OJK.

Salah satu faktor utama yang masih menopang pertumbuhan adalah lini pembiayaan investasi, yang mencatat kenaikan 9,66% (yoy). Namun, sektor-sektor lain seperti pembiayaan kendaraan bermotor dan konsumtif tampaknya tidak cukup kuat untuk mendongkrak pertumbuhan keseluruhan.

Di tengah tantangan ini, industri multifinance juga harus menghadapi dampak kebijakan pajak baru, termasuk PPN 12% yang mulai berlaku serta perubahan regulasi terkait pajak daerah dan retribusi (opsen pajak). OJK sendiri tengah mencermati dampak kebijakan ini terhadap industri pembiayaan.

Sejumlah analis menilai bahwa ketidakpastian ekonomi global dan domestik turut berperan dalam perlambatan ini. Inflasi yang relatif stabil namun masih tinggi serta kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) menjadi faktor yang mempengaruhi daya beli masyarakat, termasuk permintaan terhadap kredit konsumtif.

Bagaimana dengan 2025?

Meskipun 2024 ditutup dengan pertumbuhan yang di bawah ekspektasi, pelaku industri masih optimistis terhadap prospek 2025. Salah satu pendorongnya adalah potensi perbaikan ekonomi pascapemilu serta peningkatan investasi di sektor-sektor strategis seperti kendaraan listrik (EV) dan digitalisasi layanan keuangan.

Namun, untuk mencapai target pertumbuhan yang lebih tinggi, perusahaan pembiayaan harus lebih agresif dalam diversifikasi produk dan ekspansi ke segmen baru, terutama pembiayaan hijau (green financing) dan kredit produktif bagi UMKM. Selain itu, digitalisasi layanan diharapkan bisa meningkatkan efisiensi dan memperluas jangkauan pasar.

Ke depan, OJK diperkirakan akan terus memonitor stabilitas sektor pembiayaan ini, termasuk dengan memperketat pengawasan terhadap kualitas kredit dan kepatuhan perusahaan multifinance terhadap regulasi yang ada. ■

Foto: autojago.com

Comments are closed.