digitalbank.id – UNTUK mendorong penyaluran pembiayaan ke sektor produktif, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan insentif melalui bobot risiko yang lebih kecil dalam perhitungan rasio permodalan kepada penyaluran pembiayaan ke sektor produktif apabila dibandingkan dengan penyaluran pembiayaan konsumtif. Konkritnya, OJK memandatkan agar perusahaan pembiayaan atau multifinance untuk memiliki portofolio piutang pembiayaan produktif minimal 10% dari total piutang, yang harus dilakukan paling lambat 27 Desember 2023.
Mandat tersebut tertuang di dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan. Deputi Komisioner Pengawas Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Bambang W. Budiawan menjelaskan sejak tahun 2014, OJK aktif mendorong penyaluran pembiayaan ke sektor UMKM dengan memperkenalkan skema penyaluran pembiayaan baru yaitu Fasilitas Modal Usaha.
Baca Juga: OJK: Piutang pembiayaan perusahaan multifinance capai Rp447,03 triliun!
Bambang menyatakan, salah satu kebijakan yang dikeluarkan OJK dalam rangka mendorong optimalisasi kinerja lembaga jasa keuangan dengan menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yaitu kebijakan countercyclica dengan persyaratan penyaluran pembiayaan Fasilitas Modal Usaha dibandingkan dengan ketentuan POJK 35/2018.
“Beberapa relaksasi yang diberikan antara lain dengan menaikkan batas maksimal penyaluran pembiayaan Fasilitas Modal Usaha menjadi Rp 10 miliar dari sebelumnya sebesar Rp500 juta dan meniadakan kewajiban untuk memiliki agunan untuk pembiayaan sampai dengan Rp25 juta,” katanya,
Memang sebelumnya, seluruh nominal penyaluran pembiayaan wajib memiliki agunan. Menurut dia, kebijakan countercyclical tersebut telah memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap percepatan pemulihan kondisi perekonomian nasional.
“Ini tercermin dari jumlah penyaluran pembiayaan ke sektor UMKM yang terus mengalami peningkatan,” ucapnya.
Menilik data OJK, penyaluran pembiayaan ke sektor UMKM meningkat 23,27% year on year (YoY) menjadi Rp 164,12 triliun per Juli 2023, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp133,14 triliun. ■