digitalbank.id — MESKIPUN sudah dua tahun batas waktu untuk perusahaan memenuhi permodalan minimal Rp 100 miliar terlewati, tampaknya masih ada beberapa perusahaan pembiayaan yang masih kesulitan mematuhi ketentuan tersebut. OJK mencatat beberapa perusahaan pembiayaan yang masih bergulat (struggle) dengan hal itu.
Terbaru, ada PT Danasupra Erapacific Tbk yang harus dibekukan kegiatan usahanya setelah masa berlaku surat peringatan ketiga yang ditujukan pada perusahaan habis. Adapun, perusahaan masih belum bisa memenuhi ketentuan permodalan yang hingga November 2021 hanya memiliki ekuitas senilai Rp 77,14 miliar.
Dalam surat OJK nomor S-411/NB.2/2021 yang ditujukan pada perusahaan, OJK menjelaskan bahwa transaksi jual beli saham PT Kresna Graha Investama Tbk dan PT Asuransi Maximus Graha Persada Tbk yang dilakukan oleh perusahaan dengan PT Graha Kreasindo Prima melalui pasar negosiasi, secara substansi tidak dapat meningkatkan kapasitas permodalan perusahaan untuk menjalankan kegiatan usaha sebagai perusahaan pembiayaan.
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W Budiawan pun mengatakan banyak faktor yang menyebabkan perusahaan-perusahaan ini kesulitan menambah modalnya. Pertama, faktor bisnis yang tidak berjalan mulus sehingga berpengaruh pada kinerjanya.
“Misalnya NPF yang tinggi sehingga harus membentuk cadangan kerugian. Hal ini berakibat kepada neraca rugi laba dan posisi ekuitasnya,” ujar Bambang. Tak hanya itu, Bambang juga melihat faktor persaingan juga diperkirakan menjadi salah satu sebab menurunnya minat dan kapasitas pemegang saham meningkatkan permodalan. Oleh karenanya, perusahaan gagal mendapatkan partner strategik dalam hal ini.
Di bagian lain, Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengatakan bahwa sejatinya minat investor terhadap perusahaan pembiayaan masih besar mengingat investor yang masuk sejalan dengan munculnya pemain baru terutama yang menjalankan bisnis buy now, pay later (BNPL). Namun, Suwandi menjelaskan bahwa investor-investor yang masuk tentu akan selektif dalam memilih perusahaan pembiayaan. Menurutnya, investor hanya akan masuk pada perusahaan-perusahaan yang memiliki prospek kinerja masih bagus. “Kalau (terhadap perusahaan pembiayaan yang sakit), mau keluar berapa banyak duit pun juga akhirnya cuma bisa dicabut nyawanya,” ujar Suwandi.
Sementara itu, Bambang maupun Suwandi tidak mau menjawab apakah ada perusahaan yang akan melakukan aksi merger maupun akuisisi untuk pemenuhan modal tersebut. Hanya saja, Suwandi meyakini ada aksi akuisisi terhadap perusahaan multifinance di tahun ini. “Saya yakin ada tapi saya tidak tahu siapa itu karena mereka tidak ada kewajiban melapor pada APPI. Kadang-kadang perusahaan sendiri berbicara dengan investor, tahu-tahu sudah ada approval dan menjadi investor baru,” imbuh Suwandi.
Adapun, Bambang hanya bilang bahwa pihaknya akan selalu memonitor perkembangan ekuitas setiap perusahaan pembiayaan. Apabila melanggar, OJK akan menegur melalui serangkaian surat peringatan supaya perusahaan melakukan tindakan korektif untuk mengatasi pelanggaran yang dimaksud.(SAF)