Metaverse bank: spirit desentralisasi dalam sistem sentralisasi

- 22 Februari 2022 - 23:22

Andes Rizky, Managing Director Shinta VR. Metaverse akan menjadi dunia kedua bagi setiap orang untuk mengekspresikan dirinya. Bukan lagi dunia virtual, melainkan sudah menjadi dunia yang kedua.

digitalbank.id – METAVERSE kelak akan menjadi dunia kedua bagi setiap orang untuk mengekspresikan dirinya. Bukan lagi dunia virtual, melainkan sudah menjadi dunia yang kedua.

Demikian antara lain yang disampaikan Andes Rizky, Managing Director Shinta VR pada Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Banking ini metaverse: challenges & Opportunities” yang diselenggarakan digitalbank.id Selasa (22/2) secara virtual. FGD ini diikuti oleh 122 lebih bankir nasional yang menghadirkan nara sumber atau pemantik diskusi selain Andes, juga menghadirkan Evans Charles, EVP Digital Innovation Solutions Bank BCA, Herman Halim, Direktur Utama Bank Maspion dan Dennis Adishwara, artis sekaligus praktisi teknologi.

Lebih lanjut Andes menjelaskan sedikitnya ada 6 ekspektasi orang terhadap metaverse. Pertama, metaverse adalah dunia kedua untuk setiap orang dalam mengekspresikan diri. Kedua adalah consensus rule – peraturan ditentukan secara konsensus bersama bukan oleh institusi apalagi perorangan. Ketiga, kesempatan memasuki komunitas ekslusif. Keempat, di metaverse memungkinkan seorang bintang/selebriti (stars) bisa bertemu dengan fans-nya atau kalangan grass root dengan mudah. Kelima, di metaverse juga memungkinkan adanya kolaborasi tanpa batas dan yang keenam adalah di metaverse memiliki kesempatan untuk menjadi lebih kaya.

Dari ekspektasi tersebut, demikian Andes, dapat dilihat bahwa metaverse spirit intinya adalah desentralisasi. Setiap orang punya kesempatan yang sama dalam berinteraksi di metaverse. Nah, ini merupakan sebuah tantangan yang menarik bagi perbankan nasional yakni bagaimana mengintegraskan spirit desentralisasi ini ke dalam sistem sentralisasi yang ada di perbankan dewasa ini. “Inilah tantangannya, dan perbankan tak bisa menunggu lagi untuk segera masuk ke metaverse,” ungkapnya.

Soal perbankan di metaverse, Evans Charles, EVP Digital Innovation Solutions Bank BCA, menyebut sangat mungkin dan punya kans besar. Toh pada faktanya saat ini sudah ada bank-bank di luar negeri seperti Kookmin Bank di Korea, Hana Bank dan JP Morgan yang sudah masuk ke metaverse. Kenyataan ini tak bisa dipungkiri, di BCA sendiri aktivitas nasabah yang datang ke cabang fisik hanya sekitar 0,5 dari total jumlah nasabah, 12% melalui ATM sedangkan 99,5% nasabah lebih sering melakukan transaksi secara mandiri di luar kantor cabang atau melalui smartphone. “Mungkin pergeseran itu akan terjadi lagi dengan adanya metaverse,” tambahnya.

Pada dasarnya, masih menurut Evans, aktivitas nasabah itu terbagi tiga. Pertama adalah nasabah yang mau tidak mau harus transaksi di kantor cabang karena transaksi dalam jumlah besar. Kedua adalah transaksi self service melalui ATM atau mobile banking. Adapun ketiga adalah transaksi berupa engagement dengan bank, yang biasanya dilakukan sebagai aktivitas private banking, negosiasi, kontrak dan lainnya yang tak mungkin dilakukan secara virtual atau daring. “Maka yang penting dipastikan adalah adanya safety, regulasi dan privacy dari setiap aktivitas perbankan,” ucap Evans.(SAF)

Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.