Masyarakat Indonesia dinilai belum siap hadapi fully digital banking, BRI pilih hybrid banking

- 22 November 2021 - 07:09

Literasi keuangan digital sangat penting untuk terus dilakukan kepada masyarakat. Hal ini seiring dengan perkembangan teknologi dan tren produk digital dalam berbagai bidang, tidak terkecuali layanan perbankan. Seperti halnya yang dilakukan oleh BRI yang terus menekankan keberlanjutan literasi keuangan digital. (Foto: Dok. BRI)

digitalbank.id – SATU EKSEKUTIF BANK menilai masih ada jurang pemisah yang lebar dalam literasi keuangan digital di Indonesia. Hal itu mengakibatkan tidak semua orang nyaman melakukan transaksi keuangan secara digital.

Direktur Digital dan Teknologi Informasi BRI Indra Utoyo mengatakan adopsi teknologi digital semakin masif di berbagai lini aktivitas keuangan masyarakat dewasa ini, terlebih di tengah pandemi.

“Model bisnis mayoritas dunia usaha sudah bergeser ke arah platform digital agar mampu bertahan dan terus tumbuh. Masyarakat pun kian terdigitalisasi, seiring semakin besarnya populasi yang telah memiliki perangkat mobile. Meski demikian, ada jurang pemisah yang lebar dalam literasi keuangan digital,” katanya dalam keterangan resminya akhir pekan lalu.

Menurut dia, persoalan dalam literasi keuangan digital itu membuat tidak semua orang nyaman melakukan transaksi keuangan secara digital.

Baca juga: Kecerdasan Buatan: Sebuah kekuatan baru dalam perbankan digital

“Memang, masyarakat kita boleh dikatakan sudah terbiasa menggunakan handphone atau smartphone. Tapi apakah mereka nyaman melakukan transaksi keuangan secara digital? Saya kira belum semuanya dan itu yang perlu diedukasi,” ungkap Indra.

Belum siap fully digital

Lebih lanjut Indra mengatakan bahwa untuk fully digital masyarakat di Indonesia belum siap. Masih perlu waktu 2-3 tahun tahun untuk betul-betul mengadopsi layanan digital. Untuk itu, kata dia, dalam proses transformasi digital, BRI memilih hybrid banking dengan strategi ‘phygital’ atau physical and digital.

Hal itu ditempuh BRI karena perseroan berfokus pada perilaku kenyamanan nasabah dalam bertransaksi yang terus berkembang. “Kalau customer masih senang dilayani dengan human touch berarti model pelayanan online to offline sangat diperlukan.”

Dia lantas mencontohkan, Agen BRILink sebagai Laku Pandai BRI merupakan simpul platform digital untuk melayani masyarakat di berbagai daerah.

Untuk meningkatkan edukasi secara digital, menurut Indra, masyarakat perlu dibiasakan dengan layanan keuangan yang terdigitalisasi seperti Agen BRILink. Kemudian menghadirkan layanan transaksi digital seperti dengan QR payment, digital payment parking, hingga transaksi di jalan tol yang sudah didorong untuk cashless atau wajib digital.

Baca juga: “Perkawinan” AI, blockchain, cloud computing dan big data lahirkan WeBank

Literasi keuangan digital sangat penting untuk terus dilakukan kepada masyarakat. Hal ini seiring dengan perkembangan teknologi dan tren produk digital dalam berbagai bidang, tidak terkecuali layanan perbankan. Seperti halnya yang dilakukan oleh BRI yang terus menekankan keberlanjutan literasi keuangan digital.

Hal itu tentunya akan membangun paradigma baru di masyarakat, bahwa digitalisasi memang sangat dibutuhkan dan memudahkan. Sementara dalam layanan perbankan, bagaimana masyarakat dimudahkan untuk bisa memperoleh layanan keuangan.

Terkait financial literacy, BRI memudahkan masyarakat membuka tabungan fully online, dari mana saja bisa membuka tabungan. BRI secara berkelanjutan melakukan edukasi bagaimana melakukan transaksi secara aman.

“Salah satunya dengan memberikan pemahaman untuk berhati-hati dalam memberikan data, terutama menjaga data yang bersifat pribadi,” ujar Indra.

Dia juga menegaskan transformasi digital bagi BRI menjadi sebuah keharusan dan bukan lagi pilihan. “Digitalisasi perbankan saat ini menjadi keniscayaan yang mampu menjawab berbagai kebutuhan masyarakat” tandas Indra. (HAN)

Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.