Investor global kalap rebutan saham bank digital Indonesia

- 11 Oktober 2021 - 14:18

digitalbank.id – INVESTOR GLOBAL kalap melirik potensi bisnis bank digital Tanah Air setelah Ribbit Capital mengumumkan investasi di PT Bank Jago Tbk (ARTO) dan Alibaba milik taipan dunia Jack Ma, melalui Akulaku Silvrr, menjadi pemegang saham pengendali PT Bank Neo Commerce (BBYB). Selain Ribbit dan Alibaba, investor kakap lain seperti Grab juga dikabarkan tengah mengincar bank kecil untuk dikonversi menjadi digital.

Sementara itu, dana abadi negara atau sovereign wealth fund (SWF) milik pemerintah Singapura, GIC Private Limited, sudah lebih dahulu masuk di Bank Jago dan sudah melakukan pembelian saham emiten e-commerce PT Bukalapak.com Tbk (BUKA).

Menurut sejumlah ekonom, minat investor asing dipicu setidaknya dipicu tiga hal. Pertama, besarnya populasi masyarakat Indonesia yang belum memiliki rekening bank (unbanked population). Jumlahnya mencapai 52% atau sekitar 95 juta orang.

Kedua, lebih dari 47 juta penduduk dewasa tidak memiliki akses memadai pada kredit, investasi dan asuransi.

Ketiga, penetrasi smartphone di Indonesia mencapai hingga 70%-80%. Fakta ini mengonfirmasi masyarakat Indonesia secara infrastruktur sangat siap untuk perbankan digital.

Faktor pendorong lainnya adalah Peraturan OJK soal Bank Umum yang memberikan kepastian hukum bagi investor untuk menanamkan modal di bank digital.

Sebagian investor memilih jalan akuisisi bank kecil untuk dikonversi menjadi bank digital, seperti Sea Limited (induk Shopee) yang mengubah PT Bank Kesejahteraan menjadi PT SeaBank Indonesia dan Alibaba di Bank Neo Commerce (BBYB).

Prospek sangat menjanjikan

Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira mengungkapkan, alasan investor tertarik berinvestasi pada bank digital seperti Bank Jago karena prospek perkembangan perbankan digital di Indonesia sangat menjanjikan.

“Dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, bank digital diperkirakan membuat persaingan industri perbankan menjadi lebih efisien, jumlah sektor usaha yang dibiayai pinjaman meningkat, serta mampu menciptakan ekosistem digital yang semakin lengkap.” katanya, Senin (11/10).

Faktor demografi menurut Bhima bukan satu-satu nya yang mampu mendorong masyarakat beralih menggunakan bank digital. Tidak hanya generasi milenial dan Z yang tertarik menjadi nasabah bank digital, generasi yang lebih senior pun melihat bank digital sebagai sebuah kebutuhan karena layanan cukup lengkap dari tabungan, pinjaman hingga layanan investasi dalam satu platform.

Ke depan, kata Bhima, bank digital yang mampu meningkatkan integrasi layanan dengan platform digital lainnya. Misalnya nasabah bisa membuka tabungan bank digital di platform e-commerce dan sekaligus bis berinvestasi reksadana saham tanpa harus membuka akun baru di platform khusus investasi, ini akan memberikan user experiences yang berbeda dari bank tradisional.

Sementara itu, ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah menjelaskan, pada dasarnya bank punya peluang yang sama untuk memenangi persaingan. Karena saat ini semua bank telah mengembangkan layanan digitalnya, maka bank yang lambat beradaptasi tentunya akan tertinggal.

“Teknologi digital membawa bank berdiri di garis start yang sama. Jika dulu bank-bank besar yang memiliki banyak kantor cabang dan ATM menjadi pemenang, kini di era teknologi digital, bank memiliki garis start baru untuk berlomba jadi pemenang,” kata Piter.

Menurut Piter, bank digital manapun bisa memenangkan persaingan asal memenuhi tiga syarat utama. Pertama, bank digital harus memiliki kemampuan mengakses ekosistem digital. Kalau dulu bank yang punya cabang dan atm banyak jadi pemenang, kini bank yang punya ekosistem besar punya peluang besar jadi pemenang.

Kedua, bank digital harus memiliki produk dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen masa kini dan masa depan. Hal ini mengingat tuntutan nasabah akan layanan perbankan terus meningkat, khususnya di era digital saat ini.

Ketiga, bank digital harus punya modal besar dan SDM yang kuat. Hal ini juga menjadi salah penentu bank digital bisa memenangkan persaingan ke depan.

Pada 8 Oktober 2021 perusahaan fintech PT Akulaku Silvrr Indonesia yang disokong Grup Alibaba milik crazy rich China, Jack Ma, resmi menjadi pengendali emiten bank PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB). Penetapan ini telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang pengambilalihan yang diatur dalam POJK No.41/POJK.03/2019 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, Integrasi dan Konversi Bank Umum.

Prospek Bank Digital.

Di sisi lain, dalam kesempatan terpisah, Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat memberikan pengarahan dalam OJK Virtual Innovation Day 2021 menyampaikan, Indonesia berpotensi menjadi raksasa ekonomi digital setelah China dan India.

Kepala Negara mengemukakan, gelombang digitalisasi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir yang dipercepat dengan pandemi Covid-19 harus disikapi dengan cepat dan tepat.

“Kita lihat bank berbasis digital bermunculan, juga asuransi berbasis digital bermunculan, dan berbagai macam e-payment harus didukung. Penyelenggara fintech terus bermunculan, termasuk fintech Syariah,” katanya, Istana Negara, Senin ini (11/10).

“Inovasi-inovasi finansial teknologi semakin berkembang. Fenomena sharing economy semakin marak, dari ekonomi berbasis peer to peer hingga business to business,” jelasnya. (SAF)

Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.