
Sektor pinjaman daring (P2P lending) menunjukkan kinerja impresif pada awal 2025, mencatatkan laba bersih sebesar Rp 233,71 miliar hingga Februari. Meski ada penurunan laba pada bulan kedua, pertumbuhan pinjaman dan transaksi digital yang terus meningkat tetap menjanjikan masa depan cerah bagi industri ini.
Fokus utama:
- Pada Februari 2025, fintech P2P lending mencatatkan laba bersih mencapai Rp 233,71 miliar, sebuah lompatan besar dibandingkan dengan kerugian bersih Rp 135,61 miliar pada Februari 2024. Laba yang tercatat pada bulan Februari 2025 ini didorong oleh kinerja pinjaman yang terus tumbuh, seiring dengan penyesuaian tingkat bunga yang dilakukan OJK.
- Salah satu pendorong utama kinerja positif ini adalah outstanding pinjaman yang mencatatkan angka tertinggi sepanjang sejarah, yaitu Rp 80,07 triliun, dengan pertumbuhan tahunan (YoY) mencapai 31,06%. Angka ini menunjukkan betapa tingginya permintaan masyarakat terhadap layanan pinjaman daring, seiring dengan meningkatnya transaksi digital.
- Pinjaman yang disalurkan ke sektor produktif juga mencatatkan angka signifikan. Hingga akhir Februari 2025, pinjaman ke sektor ini tercatat sebesar Rp 29,25 triliun atau sekitar 36,53% dari total outstanding pinjaman. Angka ini menjadi indikasi positif bagi keberlanjutan sektor P2P lending dalam mendukung sektor ekonomi produktif.
Industri fintech peer-to-peer (P2P) lending Indonesia berhasil mencatatkan laba bersih sebesar Rp233,71 miliar per Februari 2025, meskipun di tengah tantangan risiko kredit yang semakin meningkat. Angka laba ini mencerminkan peningkatan signifikan sebesar 53,53% dibandingkan bulan sebelumnya, menunjukkan bahwa sektor fintech lending semakin matang dan mampu menghadapi tantangan pasar.
Namun, di balik pencapaian laba yang menggembirakan tersebut, sektor ini juga dihadapkan pada isu penting mengenai kualitas aset. Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat wanprestasi (TWP90) untuk pinjaman yang tidak dibayar dalam waktu 90 hari terakhir mengalami kenaikan menjadi 2,78% pada Februari 2025, dibandingkan dengan 2,52% di bulan Januari 2025. Angka ini mencerminkan peningkatan risiko kredit macet yang cukup signifikan.
“Pertumbuhan kinerja pindar tersebut menunjukkan masih tingginya demand/permintaan masyarakat, seiring dengan peningkatan transaksi digital,” ungkap Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK (KE PVML) OJK, Agusman, akhir pekan ini.
Meskipun ada risiko yang meningkat, sektor fintech P2P lending Indonesia menunjukkan angka pertumbuhan yang menggembirakan dalam hal pembiayaan. Outstanding pembiayaan industri fintech P2P lending tercatat tumbuh sebesar 31,06% secara tahunan (year on year), dengan total mencapai Rp80,07 triliun pada Februari 2025. Pertumbuhan ini mencerminkan keberhasilan sektor ini dalam menarik lebih banyak peminjam dan memberikan akses pembiayaan digital kepada masyarakat, yang semakin terbuka seiring dengan berkembangnya teknologi.
Namun, angka TWP90 yang menunjukkan pembiayaan bermasalah meningkat menjadi 2,78% pada Februari 2025 menandakan adanya potensi masalah di masa depan. Peningkatan TWP90 ini dapat berdampak pada kestabilan sektor fintech P2P lending, karena lebih banyak peminjam yang tidak dapat memenuhi kewajiban pembayarannya. Kenaikan ini juga dapat memengaruhi citra dan daya tarik investasi di sektor fintech lending yang telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir.
Tingkat wanprestasi yang tinggi ini menunjukkan pentingnya pengelolaan risiko yang lebih baik dan penerapan teknologi yang lebih canggih untuk memitigasi kredit bermasalah. OJK terus memperkuat regulasi terkait dengan industri fintech P2P lending untuk memastikan bahwa peminjam dan pemberi pinjaman terlindungi, sekaligus mendorong sektor ini untuk terus berkembang dengan sehat.
OJK menyatakan bahwa pihaknya terus memantau perkembangan industri fintech P2P lending secara intensif, terutama terkait dengan kualitas aset dan tingkat risiko kredit. OJK juga mengingatkan penyelenggara fintech lending untuk memastikan bahwa mereka mengimplementasikan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan operasional mereka, serta menerapkan sistem manajemen risiko yang lebih efektif.
Selain itu, OJK telah memperkenalkan berbagai kebijakan untuk memperkuat sektor ini, seperti meningkatkan pengawasan terhadap pinjaman yang berisiko tinggi dan mendorong penggunaan teknologi dalam evaluasi kelayakan peminjam.
Meski tantangan kualitas aset semakin meningkat, proyeksi pertumbuhan sektor fintech P2P lending di Indonesia tetap positif. Sektor ini diperkirakan akan terus berkembang seiring dengan peningkatan adopsi teknologi digital oleh masyarakat, serta kebutuhan pembiayaan yang terus tumbuh. Namun, tantangan terkait dengan risiko kredit dan kualitas pinjaman tetap menjadi perhatian utama yang harus diatasi oleh seluruh pemangku kepentingan dalam industri ini.
Industri fintech P2P lending Indonesia diperkirakan akan tetap menjadi salah satu pendorong utama inklusi keuangan di tanah air, tetapi keberlanjutan pertumbuhannya bergantung pada pengelolaan risiko yang baik dan adaptasi terhadap perubahan dinamika pasar.
Industri fintech P2P lending Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan dengan laba bersih yang tercatat mencapai Rp233,71 miliar pada Februari 2025. Meskipun begitu, risiko kredit macet tetap menjadi perhatian utama, dengan TWP90 yang meningkat menjadi 2,78%. Para pelaku industri dan regulator harus bekerja sama untuk menanggulangi masalah ini, agar sektor fintech lending dapat berkembang secara sehat dan berkelanjutan. ■