Utang pinjol RI tembus Rp80 triliun, kredit macet alami lonjakan jelang lebaran

- 12 April 2025 - 05:56

Utang masyarakat Indonesia dari pinjaman online (pinjol) mencapai angka mencengangkan, menembus Rp80,07 triliun hingga akhir Februari 2025, menurut data OJK. Kenaikan ini juga diiringi dengan meningkatnya rasio kredit macet (TWP90) menjadi 2,78%, menandakan risiko gagal bayar yang makin serius. Sementara itu, pembiayaan dari modal ventura justru mengalami kontraksi.


  1. Lonjakan tajam pembiayaan pinjol hingga Rp80 triliun
  2. Naiknya tingkat kredit macet (TWP90) sebagai alarm risiko gagal bayar
  3. Kontraksi pembiayaan modal ventura dan dampaknya terhadap lanskap fintech

Utang masyarakat Indonesia dari layanan pinjaman online atau peer-to-peer (P2P) lending kian membengkak. Hingga akhir Februari 2025, nilai pembiayaan outstanding dari industri ini mencapai Rp80,07 triliun, naik 31,06% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Peningkatan yang signifikan ini terjadi menjelang Ramadan dan Lebaran—periode yang kerap disertai lonjakan konsumsi dan kebutuhan dana cepat.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Agusman, menjelaskan bahwa pembiayaan pinjol mengalami akselerasi dari posisi Januari 2025 yang sebesar Rp78,5 triliun.

“Pada industri fintech peer-to-peer lending, outstanding pembiayaan di Februari 2025 tumbuh sebesar 31,06% year on year. Dari Januari yang lalu tercatat 29,94% year on year, menjadi nominal sebesar Rp80,07 triliun,” ujar Agusman dalam konferensi pers virtual hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK, Jumat (11/4).

Namun, di balik angka yang mengilap, tersimpan ancaman yang tak kalah serius. Tingkat kredit bermasalah (TWP90), yaitu pembiayaan yang menunggak lebih dari 90 hari, ikut menanjak ke angka 2,78%. Naik dari bulan sebelumnya yang tercatat 2,52%. Angka ini mencerminkan risiko gagal bayar yang mulai mengintai, seiring meningkatnya penetrasi layanan pinjol di tengah masyarakat.

Peningkatan ini terjadi di tengah tren penggunaan produk keuangan digital yang makin marak. Berdasarkan data Google, Temasek, dan Bain & Company dalam laporan e-Conomy SEA 2024, Indonesia menjadi pasar digital terbesar di Asia Tenggara dengan nilai ekonomi digital mencapai US$82 miliar pada 2023 dan diproyeksikan tumbuh menjadi US$130 miliar pada 2025. Salah satu pendorongnya adalah popularitas layanan pinjol dan paylater.

Sementara itu, pembiayaan dari sektor modal ventura justru menunjukkan tren sebaliknya. Per Februari 2025, OJK mencatat nilai pembiayaan dari perusahaan modal ventura berada di angka Rp16,34 triliun. Meski ada peningkatan dari Januari yang tercatat Rp15,81 triliun, secara tahunan sektor ini mengalami kontraksi sebesar 0,93%. Pada Januari, kontraksinya bahkan lebih dalam, mencapai 3,58% year on year.

“Dengan nilai pembiayaan tercatat sebesar Rp16,34 triliun (Februari), di Januari yang lalu tercatat Rp15,81 triliun,” lanjut Agusman.

Kondisi ini mencerminkan dinamika berbeda dalam lanskap pembiayaan digital di Indonesia. Di satu sisi, layanan pinjol tumbuh agresif, tetapi menyimpan risiko besar jika tidak diiringi literasi keuangan dan mitigasi yang memadai. Di sisi lain, pelambatan di sektor modal ventura bisa menghambat pendanaan bagi startup yang sedang tumbuh.

Pakar ekonomi digital dari INDEF, Nailul Huda, menilai lonjakan pinjol ini tidak sepenuhnya menggembirakan. “Lonjakan utang pinjol bisa menjadi sinyal bahaya jika sebagian besar digunakan untuk konsumsi bukan produktif, apalagi jika mendekati momen Lebaran di mana tekanan ekonomi rumah tangga meningkat,” ujarnya.

Sebagai respons, OJK menekankan pentingnya penguatan regulasi dan pengawasan terhadap industri pinjol, terutama yang menyangkut transparansi bunga, penagihan, serta perlindungan konsumen. Saat ini, terdapat lebih dari 100 platform pinjol legal yang terdaftar di OJK, namun tidak sedikit pula yang beroperasi secara ilegal dan meresahkan masyarakat.

Untuk itu, masyarakat diimbau lebih waspada dan selektif dalam menggunakan layanan pinjol, terlebih menjelang momen besar seperti Lebaran, di mana kebutuhan meningkat dan godaan utang cepat makin besar. ■

Comments are closed.