
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa perusahaan fintech peer-to-peer (P2P) lending berhak menagih pinjaman yang tidak dikembalikan oleh peminjam (borrower). Gagal bayar termasuk wanprestasi yang dapat berujung pada penagihan hingga eksekusi agunan. OJK juga memperingatkan bahwa kredit macet dapat berdampak buruk pada riwayat kredit peminjam, bahkan mempersulit akses keuangan dan peluang kerja di masa depan. Saat ini, tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) di industri fintech lending telah mencapai Rp2,01 triliun, dengan mayoritas berasal dari peminjam individu berusia 19-34 tahun.
Fokus utama:
- OJK menegaskan bahwa fintech lending memiliki hak untuk menagih pinjaman yang tidak dibayar sesuai perjanjian. Aturan ini tertuang dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 serta Peraturan OJK (POJK) 22 Tahun 2023.
- Kredit macet di fintech lending akan tercatat dalam Pusat Data Fintech Lending (Pusdafil), yang dapat menyulitkan peminjam dalam mengakses pinjaman lain di masa depan. Beberapa perusahaan bahkan mewajibkan calon pekerja untuk menyerahkan riwayat kredit sebagai syarat rekrutmen.
- Data OJK menunjukkan bahwa tingkat wanprestasi industri fintech lending mencapai Rp2,01 triliun pada Desember 2024. Sekitar 74,74% dari total kredit macet berasal dari peminjam individu, dengan 52,01% di antaranya berusia 19-34 tahun.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa perusahaan fintech peer-to-peer (P2P) lending memiliki hak untuk menagih pinjaman yang tidak dikembalikan oleh peminjam. Regulasi ini mengacu pada Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 dan Peraturan OJK (POJK) 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan.
“Konsumen yang memanfaatkan produk keuangan, khususnya kredit atau pembiayaan, memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran kembali sebagaimana diatur dalam perjanjian dengan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK),” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan OJK, Friderica Widyasari Dewi pekan ini.
Menurut Friderica, gagal bayar termasuk wanprestasi yang memberikan hak kepada penyedia layanan fintech untuk menagih hingga mengeksekusi agunan atau jaminan. POJK 22 Tahun 2023 juga mengatur tata cara penagihan dan penarikan agunan oleh PUJK dalam menangani kredit macet.
OJK memperingatkan bahwa gagal membayar pinjaman fintech lending dapat berdampak pada masa depan peminjam. Informasi kredit macet akan dicatat dalam Pusat Data Fintech Lending (Pusdafil), yang dapat menyulitkan peminjam mengakses kredit baru di kemudian hari.
“Selain kesulitan mendapatkan pinjaman baru, beberapa perusahaan kini mewajibkan calon pekerja menyerahkan informasi kredit sebagai bagian dari seleksi karyawan. Jika riwayat kredit buruk, peluang mendapatkan pekerjaan pun bisa terhambat,” tambah Friderica.
OJK juga terus mengedukasi masyarakat agar lebih bertanggung jawab dalam mengelola pinjaman. Analisis kemampuan membayar sebelum mengambil pinjaman menjadi langkah penting untuk menghindari risiko finansial jangka panjang.
Kredit macet capai Rp2,01 triliun
Data OJK menunjukkan bahwa tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) di industri fintech lending mencapai Rp2,01 triliun per Desember 2024. Dari jumlah tersebut, mayoritas kredit macet berasal dari peminjam individu, yang porsinya mencapai 74,74%.
Menariknya, kelompok usia 19-34 tahun mendominasi dengan kontribusi sebesar 52,01% terhadap total kredit macet, sementara peminjam berusia 35-54 tahun menyumbang 41,49%.
Fenomena ini menunjukkan bahwa generasi muda masih menghadapi tantangan dalam mengelola utang, baik karena kurangnya pemahaman tentang risiko keuangan maupun tingginya ketergantungan pada pinjaman digital.
Untuk mengatasi masalah ini, OJK mengimbau fintech lending agar lebih selektif dalam menyalurkan pinjaman, termasuk melakukan analisis kredit yang lebih ketat. Selain itu, edukasi finansial bagi calon peminjam juga perlu ditingkatkan agar mereka lebih memahami risiko pinjaman dan tidak terjerat utang yang sulit dilunasi.
OJK juga mengingatkan bahwa meskipun fintech lending memberikan akses keuangan yang lebih mudah, pengguna tetap harus bijak dalam memanfaatkan layanan ini. “Pinjaman harus didasarkan pada iktikad baik dan kemampuan membayar, agar tidak menjadi beban di masa depan,” tegas Friderica. ■