
Bank Sampoerna tengah menyiapkan layanan buy now, pay later (BNPL) yang akan meluncur tahun ini. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap permintaan pasar yang terus meningkat serta untuk memperluas portofolio layanan perbankan digital mereka. Bank memastikan bahwa aspek keamanan dan perlindungan data menjadi prioritas dalam pengembangan produk ini.
Poin utama:
- Bank Sampoerna akan meluncurkan layanan Paylater pada 2025 sebagai bagian dari ekspansi ke sektor pembiayaan digital.
- Pengembangan Paylater dilakukan secara bertahap dengan memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan keamanan sistem.
- Permintaan mitra bisnis menjadi salah satu faktor pendorong utama bagi Bank Sampoerna untuk masuk ke bisnis BNPL.
Tren layanan pembiayaan digital terus berkembang di Indonesia, dan Bank Sampoerna tak mau ketinggalan. Bank yang fokus pada segmen usaha kecil dan menengah (UKM) ini bersiap meluncurkan layanan buy now, pay later (BNPL) atau Paylater pada 2025.
Layanan ini akan menjadi bagian dari strategi ekspansi Bank Sampoerna di sektor perbankan digital, mengikuti tren pasar yang semakin bergeser ke model pembiayaan fleksibel.
“Kami tengah mengembangkan layanan Paylater yang ditargetkan meluncur tahun ini. Saat ini masih dalam tahap pengembangan, dan kami ingin memastikan semuanya berjalan dengan aman dan nyaman bagi pengguna,” ujar Henky Suryaputra, Direktur Finance and Business Planning Bank Sampoerna, dalam konferensi pers Sampoerna Fest 2025, Jumat (14/2).
Henky menegaskan bahwa bank tidak terburu-buru dalam meluncurkan layanan ini. “Permintaan dari mitra bisnis sebenarnya sudah ada sejak lama. Namun, kami harus memastikan kesiapan sistem, regulasi, serta kepatuhan terhadap perlindungan data sebelum benar-benar menghadirkannya ke pasar,” tambahnya.
Pasar paylater di Indonesia
BNPL atau Paylater semakin populer di Indonesia seiring dengan meningkatnya preferensi masyarakat terhadap metode pembayaran yang fleksibel. Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa transaksi credit-based payment seperti Paylater mengalami pertumbuhan pesat, dengan nilai transaksi yang mencapai lebih dari Rp18 triliun pada 2023, naik lebih dari 50% dibandingkan tahun sebelumnya.
Namun, industri BNPL juga menghadapi tantangan besar, terutama terkait dengan manajemen risiko kredit dan tingkat gagal bayar. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya telah mengingatkan bahwa lonjakan penggunaan Paylater tanpa kontrol yang baik dapat meningkatkan risiko kredit macet. Berdasarkan data OJK, tingkat kredit bermasalah (NPL) di segmen pembiayaan digital meningkat dari 2,4% pada 2022 menjadi 3,1% pada 2024.
Menanggapi tantangan ini, Bank Sampoerna menegaskan bahwa aspek keamanan dan kelayakan kredit akan menjadi prioritas utama dalam pengembangan Paylater mereka. “Kami akan memastikan regulasi, SOP, sistem keamanan, dan perlindungan data pengguna berjalan dengan baik. Kami ingin memberikan pengalaman transaksi yang aman dan nyaman bagi masyarakat,” kata Henky.
Strategi Bank Sampoerna
Bank Sampoerna bukan satu-satunya pemain di industri ini. Beberapa bank besar dan perusahaan fintech seperti GoTo Financial (GopayLater), Akulaku, Kredivo, dan Shopee Paylater telah lebih dulu mendominasi pasar BNPL. Namun, Bank Sampoerna percaya diri bahwa mereka memiliki strategi tersendiri untuk menarik pengguna.
“Kami memiliki jaringan mitra bisnis yang luas, terutama di sektor UKM. Dengan masuknya layanan Paylater, kami ingin memberikan solusi pembiayaan yang lebih fleksibel dan inovatif bagi mereka,” jelas Henky.
Langkah ekspansi ini sejalan dengan target pertumbuhan kredit dua digit yang dicanangkan Bank Sampoerna pada 2025. Bank juga tengah memperkuat ekosistem digital mereka, termasuk layanan perbankan berbasis aplikasi dan kemitraan dengan berbagai platform e-commerce serta UMKM.
Dengan masuknya Bank Sampoerna ke bisnis BNPL, persaingan di industri Paylater semakin ketat. Bagi konsumen, ini bisa menjadi kabar baik karena semakin banyak pilihan pembiayaan yang tersedia. Namun, bagi industri perbankan dan fintech, tantangan ke depan akan semakin kompleks, terutama dalam hal mitigasi risiko dan kepatuhan terhadap regulasi. ■