OJK akan dorong transformasi proteksi fintech P2P lending dengan asuransi inovatif

- 9 Januari 2025 - 19:27

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah merancang produk asuransi inovatif untuk memberikan perlindungan khusus bagi pendanaan di platform fintech peer-to-peer (P2P) lending. Langkah ini bertujuan menciptakan ekosistem pendanaan yang lebih aman bagi investor sekaligus mendorong pertumbuhan berkelanjutan di sektor fintech Indonesia.

“Produk asuransi khusus ini masih dalam tahap pendalaman dengan berbagai pihak, termasuk industri perasuransian,” ujar Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, dalam keterangannya pada Kamis (9/1).

Saat ini, fintech P2P lending hanya diizinkan menggunakan asuransi kredit untuk melindungi pendanaan. Namun, OJK menilai perlindungan ini belum cukup menjawab tantangan risiko yang berkembang dalam sektor teknologi keuangan yang terus melaju pesat.

Risiko kredit macet menjadi salah satu tantangan utama di sektor P2P lending. Berdasarkan data OJK terbaru, sebanyak 21 platform fintech memiliki tingkat kredit macet di atas 5%, dengan klaster produktif mendominasi. Dalam beberapa kasus, kerugian akibat kredit macet menjelang akhir tahun 2024 bahkan mencapai Rp126,4 miliar.

Saat ini, fintech P2P lending tidak diizinkan menggunakan skema perlindungan Administrative Services Only (ASO) karena tidak sesuai dengan prinsip asuransi kredit atau penjaminan yang berlaku umum. Menurut Agusman, “Skema tersebut tidak mencerminkan pengalihan risiko pendanaan dari lender ke perusahaan asuransi atau perusahaan penjaminan.”

Dengan asuransi khusus, diharapkan risiko kredit macet dapat diminimalkan, sehingga meningkatkan kepercayaan investor terhadap sektor fintech. OJK juga mewajibkan penyelenggara fintech P2P lending untuk memfasilitasi pengalihan risiko pendanaan melalui asuransi atau penjaminan, seperti yang diatur dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) 19/2023.

Ekosistem fintech yang lebih stabil

Dalam skema yang direncanakan, perusahaan fintech bertindak sebagai fasilitator mitigasi risiko, sementara lender menjadi tertanggung atau penerima jaminan. Hal ini diharapkan dapat memberikan perlindungan menyeluruh bagi semua pihak yang terlibat.

Menurut data dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), sektor fintech lending di Indonesia terus berkembang pesat, dengan nilai pinjaman yang disalurkan mencapai lebih dari Rp300 triliun pada akhir 2024. Namun, tanpa mitigasi risiko yang memadai, potensi pertumbuhan ini dapat terhambat oleh kekhawatiran terhadap keamanan investasi.

Tantangan dan harapan

Meski menjadi langkah strategis, pengembangan asuransi khusus untuk fintech P2P lending menghadapi tantangan, termasuk kompleksitas regulasi dan kesiapan industri asuransi. Namun, OJK optimis bahwa inovasi ini dapat menjadi model perlindungan yang lebih baik di masa depan.

Langkah ini juga menjadi bagian dari strategi besar Indonesia untuk memperkuat inklusi keuangan melalui teknologi. Dengan mengatasi risiko kredit macet dan meningkatkan kepercayaan investor, sektor fintech dapat menjadi pilar penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. ■

Comments are closed.