Ledakan kredit macet di balik pertumbuhan fintech lahirkan tantangan dan peluang baru

- 8 Januari 2025 - 11:41

Industri fintech di Indonesia terus mencatatkan pertumbuhan pesat dari tahun ke tahun. Namun di balik angka-angka impresif ini tersembunyi tantangan besar.

Data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan peningkatan tingkat wanprestasi 90 hari (TWP 90) dalam pinjaman online (pinjol) atau yang kini berganti nama menjadi pinjaman daring (pindar) sebesar 0,15% pada November 2024, yang membawa nilai total kredit macet mencapai Rp1,90 triliun.

Kredit macet ini bertambah Rp126,4 miliar dalam satu bulan menjelang periode Natal dan Tahun Baru 2024/2025. Meskipun pinjaman yang disalurkan oleh platform fintech peer-to-peer (P2P) lending tumbuh 27,32% year-on-year (yoy) menjadi Rp75,60 triliun, lonjakan kredit macet menjadi catatan yang tak bisa diabaikan.

Fenomena pertumbuhan kontradiktif

Pada dasarnya, pertumbuhan industri fintech di Indonesia menghadirkan harapan sekaligus kekhawatiran. Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan OJK, menegaskan bahwa di tengah pertumbuhan positif, peningkatan risiko kredit macet adalah sinyal perlunya tata kelola lebih ketat.

“Meski industri fintech lending tumbuh secara positif, risiko kredit macet juga mengalami peningkatan,” ujar Agusman pekan ini.

Perbandingan data Oktober dan November 2024 semakin menguatkan pandangan ini. Outstanding pinjaman fintech meningkat dari Rp75,02 triliun menjadi Rp75,60 triliun dalam satu bulan, tetapi angka TWP 90 juga naik dari 2,37% menjadi 2,52%. Tren ini menyoroti bahwa pertumbuhan tanpa pengendalian risiko berpotensi menjadi bumerang bagi industri fintech.

Selain mengawasi peningkatan kredit macet, OJK juga telah menjatuhkan sanksi administratif kepada 27 penyelenggara fintech P2P lending yang terbukti melanggar peraturan. Agusman berharap, langkah ini akan meningkatkan tata kelola, prinsip kehati-hatian, dan kepatuhan terhadap regulasi.

Namun, tantangan tidak berhenti di sini. Dari 97 penyelenggara fintech, 11 di antaranya belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum sebesar Rp7,5 miliar, dengan lima penyelenggara tengah mengajukan peningkatan modal. Jika tidak segera diperbaiki, hal ini dapat memengaruhi stabilitas sektor secara keseluruhan.

“OJK terus melakukan langkah-langkah yang diperlukan, termasuk injeksi modal dari pemegang saham atau investor strategis, hingga pengembalian izin usaha,” tegas Agusman.

Masa depan fintech: Stabilitas adalah kata kunci

Dengan jumlah pengguna internet aktif di Indonesia yang melampaui 100 juta orang, potensi pertumbuhan fintech sangat besar. Namun, sektor ini menghadapi tantangan serius yang memerlukan perhatian segera. Sebuah laporan dari PwC Indonesia menyebutkan bahwa tata kelola yang baik dan inovasi berbasis teknologi adalah fondasi penting untuk menjaga kepercayaan publik.

Lonjakan kredit macet ini seharusnya menjadi momentum bagi para pemain industri fintech untuk berbenah. Transparansi, pengelolaan risiko yang lebih baik, dan kepatuhan terhadap regulasi bukan hanya opsi, melainkan kebutuhan. Hanya dengan cara ini, fintech dapat terus tumbuh sekaligus memberikan manfaat nyata bagi masyarakat dan ekonomi Indonesia. ■

Comments are closed.