Utang masyarakat dalam layanan pinjaman online (pinjol) dari fintech p2p lending di akhir 2023 nyaris menyentuh Rp60 triliun. Dari sisi kualitas, outstanding pinjaman di fintech p2p lending ini secara keseluruhan masih masih dalam rentang yang wajar, namun jumlah pinjaman macet terlihat terus bergerak naik.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, saat menjelaskan hasil rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) I Tahun 2024 di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (30/1) mengatakan, pinjaman dengan kategori macet secara keseluruhan bergerak naik, meski masih dalam rentang yang wajar.
“Dari sisi kualitas, outstanding pinjaman di fintech p2p lending ini secara keseluruhan masih masih dalam rentang yang wajar dan terjaga di bawah 5%. Pinjaman macet yang tercermin dari tingkat wanprestasi 90 hari (TWP 90) tercatat sebesar 2,93% di akhir 2023,” katanya.
Namun demikian, kata Mahendra, pinjaman macet fintech p2p lending sebenarnya bergerak naik pada tahun 2023 jika ditelusuri secara historis. TWP 90 pada 2021 masih sebesar 2,29% dan naik menjadi 2,78% pada 2022, meski secara keseluruhan masih di bawah level 5%.
Lebih lanjut dia mengatakan, outstanding pembiayaan fintech peer to peer (p2p) lending di 2023 mencapai Rp59,64 triliun, tumbuh 16,67% yoy (year on year).
Dari total outstanding pinjaman per Desember 2023 itu, sebesar Rp20,87 triliun merupakan utang pinjaman dari UMKM. Dengan demikian, layanan pinjol dari fintech p2p lending ke UMKM mencatat porsi 34,99% dari total pinjaman.
Pertumbuhan dari outstanding pinjaman di fintech p2p lending ini sebenarnya bergerak tumbuh melambat. Pada Desember 2022, outstanding pinjaman tumbuh 71,09% (yoy) menjadi Rp51,12 triliun. Bahkan di tahun sebelumnya pada 2021, outstanding pinjaman sempat tumbuh 95,05% (yoy) atau sebesar Rp29,88 triliun. ■