digitalbank.id – REGULASI umumnya selalu hadir belakangan dan menyusul fenomena yang ada untuk mengatur dan menyempurnakan. Hal ini juga menjadi perhatian hampir semua pelaku bisnis fintech di Indonesia. Para pemain industri teknologi finansial pendanaan bersama alias peer-to-peer (P2P) lending besar tak akan kesulitan memenuhi aturan main baru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Karena regulasi hakikatnya untuk menjaga dan memperbaiki bahkan menguatkan.
Platform P2P lending klaster produktif PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) menjadi salah satu yang merasa yakin tak akan kesulitan terhadap poin-poin perubahan ketentuan. Mulai dari ketentuan ekuitas, pembatasan porsi pendana (lender), dan lain-lain. “Peraturan baru OJK perlu didukung karena menciptakan ekosistem bisnis fintech P2P lending yang semakin inovatif. Adapun, peningkatan ekuitas minimum membuat perusahaan di dalam industri tumbuh semakin kuat ke depan,” ungkap Founder & CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra.
Juru Bicara Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menjelaskan bahwa biasanya pemain yang mulai masuk ‘jajaran elit’ akan dipercaya mendapatkan putaran pendanaan dari investor besar, sehingga tidak akan kesulitan memenuhi ketentuan tersebut. “Amartha sendiri telah melakukan beberapa seri pendanaan ekuitas dengan investor terpercaya, sehingga nilai ekuitas kami sudah di atas rencana yang ditetapkan oleh OJK,” tambahnya.
Ditegaskan lebih lanjut, Amartha telah menggelar putaran pendanaan terbaru di Series C pada Mei 2021 senilai US$28 juta atau setara dengan Rp405 miliar, dipimpin oleh Women’s World Banking Capital Partners II (WWB) dan MDI Ventures, serta didukung investor lama yang melakukan follow on funding putaran sebelumnya, Mandiri Capital Indonesia dan UOB Venture Management.
Oleh sebab itu, Taufan meyakini bahwa Amartha bisa bertahan dengan strategi yang telah berjalan, yaitu fokus menyalurkan pinjaman ke peminjam (borrower) pelaku usaha mikro wanita di pedesaan. Amartha pun telah merealisasikan diversifikasi lender, yaitu perorangan atau ritel, serta lender institusi dari perbankan dan investor luar negeri yang fokus pada pelaku usaha mikro dan wanita. “Dari sisi operasional bisnis, kami masih fokus memberikan akses keuangan digital untuk ekonomi informal dan UMKM di pedesaan. Ke depan kami akan berupaya mengembangkan layanan produk dan bisnis baru secara berkelanjutan sehingga beberapa tahun mendatang, dan strategi kolaborasi pun masih kami jalankan,” tegasnya.(SAF)