digitalbank.id – FINTECH di Indonesia makin cemerlang. Setidaknya bisa dilihat dari penyaluran pinjaman industri pendanaan bersama yang diisi 96 platform konvensional dan 3 platform syariah di sepanjang 2021 ini mencapai Rp155,97 triliun, dari sekitar 103 lender kepada lebih dari 297,8 juta entitas borrower.
Adapun, outstanding berdasarkan data OJK pernah Desember 2021 hanya tersisa Rp29,88 triliun dari 17,2 juta rekening borrower aktif, dengan tingkat gagal bayar bertahan di 2,29 persen. Hal ini mencerminkan industri P2P lending telah berhasil menjadi pelengkap ekosistem layanan keuangan tanah air, utamanya di ranah pinjaman bernilai kecil dan bertenor singkat.
Dengan kinerja seperti itu maka tak heran pelaku industri tekfin di Indonesia pun semakin percaya diri, meski akan terus diikat dengan berbagai regulasi dari Otoritas Jasa Keuangan. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) meyakini, bahwa aturan main terbaru buat industri tekfin peer-to-peer (P2P) lending akan didukung oleh semua pemain, karena menjadi cerminan penguatan perlindungan konsumen.
Ketua Umum AFPI sekaligus Co-Founder & CEO PT Investree Radhika Jaya (Investree), Adrian Gunadi meyakini pengetatan beberapa persyaratan operasional tidak akan memberatkan para pemain karena bertujuan untuk meningkatkan kualitas bisnis dan layanan industri itu sendiri. “Ini secara otomatis dapat menyortir pemain fintech lending, supaya hanya yang lebih andal yang mampu bertahan, serta mampu bersaing dengan pemain yang sudah ada, terutama pemain yang sudah memiliki model bisnis yang lebih berkesinambungan,” ujarnya.
Selain itu, regulasi baru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini juga akan turut menjadi penegasan beberapa isu terkait etika bisnis dan operasional penyelenggaraan P2P lending, yang sementara ini baru tercantum di Pedoman Etika Bisnis dan Etika Kerja AFPI. Oleh sebab itu, kepastian regulasi harapannya membuat pengguna platform dari sisi pemberi pinjaman (lender) maupun peminjam (borrower) lebih mendapatkan keamanan dan kenyamanan, karena beberapa masalah yang selama ini masih mengganjal telah memiliki sanksi yang jelas dan lebih berdampak.
“Menurut kami, ini sesuatu yang harus dinilai positif sebagai salah satu upaya pemerintah untuk melindungi rakyatnya, selain untuk dapat membantu perekonomian negara juga,” tambahnya.
Beberapa hal baru yang OJK cantumkan dalam regulasi yang akan menggantikan POJK 77/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi ini, diantaranya soal kepemilikan platform, bentuk badan hukum, modal pendirian, nilai ekuitas, batas maksimum pendanaan, pemegang saham pengendali, serta penambahan sejumlah larangan baru demi meningkatkan perlindungan konsumen, utamanya tata cara penagihan.(SAF)