
Lanskap perbankan Asia tengah mengalami transformasi besar melalui penerapan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Dengan lebih dari 70% nasabah mengharapkan bank menjadi mitra proaktif dalam kesejahteraan finansial mereka, institusi keuangan seperti DBS, UnionDigital, dan GXS menunjukkan bagaimana AI bukan hanya soal teknologi, tapi juga tentang membangun hubungan yang lebih personal, cepat, dan cerdas. Evolusi ini menandai lahirnya era cognitive banking, di mana analitik data dan AI mendefinisikan ulang pengalaman nasabah.
Fokus utama:
- Perubahan ekspektasi nasabah yang mendorong bank menjadi mitra finansial proaktif.
- Implementasi nyata AI dalam operasi dan pelayanan bank seperti DBS, UnionDigital, dan GXS.
- Tantangan dan peluang dalam membangun kepercayaan melalui teknologi berbasis AI di sektor perbankan.
Bank di Asia kini tidak sekadar menjadi tempat transaksi, tapi juga dituntut menjadi penasihat finansial yang memahami kebutuhan nasabah secara proaktif. Riset dari Personetics mengungkapkan bahwa lebih dari 70% nasabah menginginkan bank utama mereka untuk secara aktif menganalisis aktivitas keuangan dan merekomendasikan langkah-langkah untuk meningkatkan kesejahteraan finansial mereka.
“70% pelanggan ingin bank utama mereka secara proaktif menganalisis aktivitas keuangan mereka dan memberikan rekomendasi untuk memperbaiki kesejahteraan finansial,” ujar Jody Bhagat, Presiden Global Banking Personetics seperti dikutip fintechnews.sg.
Transformasi ini dikenal sebagai cognitive banking — pendekatan yang melampaui transaksi dan produk, menuju kemitraan finansial berbasis data dan kecerdasan buatan. Perubahan ini bukan hanya soal kecepatan atau tampilan aplikasi, tapi pergeseran mendalam dalam cara bank membangun hubungan dengan nasabah.
95% Gen Z siap pindah bank demi layanan yang lebih cerdas
Kalangan muda, khususnya Gen Z, menjadi motor penggerak transformasi ini. Sebanyak 86% dari mereka menunjukkan antusiasme tinggi terhadap wawasan keuangan yang dipersonalisasi, dan 95% menyatakan siap berpindah bank demi layanan kognitif yang lebih baik.
Fakta ini memaksa bank untuk tak lagi sekadar bereksperimen, melainkan berinvestasi serius. Mulai dari mendesain ulang pengalaman nasabah, merombak sistem backend, hingga menciptakan model operasi baru berbasis data dan AI.
DBS menjadi contoh konkret bagaimana AI diterapkan secara menyeluruh. Ajay Mathur, Managing Director Consumer Banking Group & Wealth Management DBS Hong Kong, menjelaskan pendekatan tiga arah: pengalaman personal nasabah, efisiensi internal, dan peningkatan produktivitas karyawan.
Misalnya, jika nasabah menyimpan yen dan nilainya naik, sistem akan memberikan notifikasi cerdas yang bersifat edukatif, bukan promosi. “Kami menganalisis perilaku transaksi dan menghubungkannya dengan pergerakan pasar secara real-time,” jelas Ajay. “Notifikasi seperti ini mengubah persepsi nasabah terhadap DBS menjadi lebih cerdas dan proaktif.”
Di sisi internal, DBS memanfaatkan generative AI seperti DBS GPT untuk membantu karyawan mengakses informasi lebih cepat dan akurat, sehingga efisiensi kerja meningkat drastis.
Di Filipina, UnionDigital Bank — anak perusahaan Union Bank — menempatkan AI sebagai mesin utama dalam skalabilitas dan pemrosesan risiko kredit. Sebagai bank digital murni, UnionDigital mengandalkan data yang dikumpulkan dari aplikasi mobile mereka untuk membuat keputusan yang lebih cepat dan tepat.
“Seluruh perjalanan nasabah kami berlangsung melalui aplikasi, memberi kami akses ke data yang tidak dimiliki bank tradisional,” ujar Jino Noel, CTO UnionDigital Bank. Ini memungkinkan bank untuk menjangkau segmen yang sebelumnya tidak terlayani, sambil tetap efisien dan aman dari sisi kepatuhan regulasi seperti AML dan eKYC.
Sementara itu, GXS Bank — hasil kolaborasi antara Grab dan Singtel — menerapkan AI untuk memperbaiki dukungan pelanggan dan efisiensi operasional. Tahun lalu, mereka mengganti FAQ yang dijalankan agen langsung dengan chatbot AI. Hasilnya, volume panggilan turun sekitar 20%, memungkinkan agen fokus pada kasus yang lebih kompleks.
Namun, penggunaan AI bukan tanpa tantangan. Dr. Geraldine Wong, Chief Data Officer GXS Bank, menekankan pentingnya membangun sistem pengaman agar chatbot tidak menangani isu-isu sensitif yang bisa memicu risiko reputasi. “Kepercayaan adalah fondasi utama dalam perbankan berbasis AI,” tegasnya.
Menuju masa depan perbankan yang lebih cerdas
Transformasi menuju cognitive banking menandai era baru dalam perbankan Asia. Bank tidak lagi sekadar menyediakan layanan keuangan, tapi menjadi partner kehidupan finansial yang aktif dan antisipatif.
Institusi seperti DBS, UnionDigital, dan GXS menunjukkan bahwa masa depan perbankan tidak hanya tentang menjadi lebih pintar, tapi juga lebih manusiawi. Mereka menggabungkan teknologi dan sentuhan manusia untuk menciptakan pengalaman yang relevan, personal, dan berkelanjutan.
Dengan kepercayaan sebagai pondasi dan AI sebagai penggerak, bank-bank di Asia tengah membentuk masa depan industri keuangan global — sebuah masa depan yang bukan hanya digital, tapi juga penuh empati. ■