Generasi milenial dan Gen Z dominasi kredit macet pinjol, fenomena mencemaskan!

- 13 Januari 2025 - 06:03

Fenomena ledakan utang pinjaman online (pinjol) di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Generasi Milenial dan Gen Z, kelompok usia produktif yang diharapkan menjadi motor penggerak ekonomi, kini justru mendominasi kredit macet dalam layanan peer-to-peer (P2P) lending. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut kelompok usia 19-34 tahun memegang 51,52% dari total outstanding pinjaman, dengan 53,48% di antaranya tercatat sebagai pembiayaan bermasalah.

Menurut Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan OJK, jumlah utang pinjol pada November 2024 tercatat tumbuh signifikan sebesar 27,32% year-on-year (yoy), mencapai Rp75,6 triliun. Angka ini melompat dari Rp72,03 triliun pada Agustus 2024. Fakta ini menempatkan kelompok Milenial (lahir 1981-1996) dan Gen Z (lahir 1997-2012) sebagai pengguna dominan layanan fintech lending, sekaligus menyoroti rapuhnya literasi keuangan di kalangan muda.

“Berdasarkan gender, outstanding pembiayaan kepada perempuan mencapai 54,34% dari total pembiayaan individu,” ungkap Agusman akhir pekan lalu. Data ini menunjukkan bahwa perempuan juga menjadi pengguna aktif platform pinjol, meskipun sering kali dihadapkan pada risiko pengelolaan keuangan yang kurang memadai.

Mengapa generasi muda terjebak utang pinjol?

Ada beberapa faktor yang membuat generasi muda rentan terhadap jeratan pinjol. Pertama, kemudahan akses dan persyaratan yang minim menarik perhatian mereka yang belum memiliki stabilitas finansial. Berdasarkan aturan OJK, pengguna layanan pinjol harus berusia minimal 18 tahun, memiliki penghasilan minimum Rp3 juta per bulan, atau telah menikah.

Namun, banyak anak muda yang menggunakan pinjol tanpa pertimbangan matang. “Pinjaman ini sering kali digunakan untuk kebutuhan konsumtif, seperti belanja daring atau hiburan, tanpa perencanaan pengembalian yang jelas,” ujar seorang pakar keuangan yang enggan disebutkan namanya.

Untuk mengurangi risiko kredit macet, OJK telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 19/SEOJK.05/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi. Regulasi ini mengatur batas usia dan pendapatan minimum pengguna serta memberikan standar keamanan bagi platform fintech. Namun, implementasi di lapangan tetap menjadi tantangan besar.

Selain itu, OJK terus memerangi pinjol ilegal yang menjadi ancaman serius. Hingga akhir 2024, sebanyak 2.930 entitas pinjol ilegal telah diblokir. “Tindakan tegas ini harus disertai edukasi keuangan yang masif agar masyarakat lebih bijak dalam mengelola keuangan pribadi,” tegas Agusman.

Literasi keuangan di era digital

Indonesia membutuhkan strategi terpadu untuk meningkatkan literasi keuangan generasi muda. Studi menunjukkan bahwa mereka yang memiliki literasi keuangan baik cenderung lebih mampu mengelola utang dan memanfaatkan layanan keuangan secara optimal. Kampanye edukasi yang melibatkan institusi pendidikan, komunitas, dan platform digital perlu digencarkan.

Mengatasi krisis ini bukan hanya tugas regulator, tetapi juga tanggung jawab kolektif masyarakat. Dengan pertumbuhan sektor fintech yang pesat, tantangan ini adalah ujian bagi Indonesia untuk memastikan pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. ■

Comments are closed.