KEMENTERIAN Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pernah mengungkapkan bahwa Indonesia menargetkan menciptakan 9 juta talenta digital pada tahun 2030, mengingat kebutuhan talenta digital nasional yang makin meningkat seiring dengan dinamika perkembangan teknologi.
Ironisnya, satu survei mengungkapkan sebanyak 81% pekerja profesional Indonesia di bidang digitalisasi, data science, dan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) lebih tertarik bekerja ke luar negeri. Alasan utamanya untuk mengembangkan karier di negara yang lebih maju dalam hal teknologi. Singkat kata, bekerja di luar negeri masih sangat menggiurkan.
Demikian salah satu poin penting dari survei berjudul “Decoding Global Talent 2024: Tren Mobilitas Pekerja” yang dipublikasikan Jobstreet by SEEK bekerja sama dengan Boston Consulting Group, The Network, dan The Stepstone Group.
Survei global yang mencakup 188 negara ini mewawancarai lebih dari 150,000 responden, termasuk 19,154 tenaga kerja Indonesia yang memberikan wawasan lokal mengenai lanskap ketenagakerjaan saat ini.
Menurut Wisnu Dharmawan, Sales Director Indonesia, Jobstreet by SEEK, pekerja Indonesia di bidang digitalisasi, data science, dan AI ini lebih tertarik kerja di luar negeri khususnya negara maju karena ingin mengembangkan karier.
“Seringkali kalau hal-hal baru (teknologi) yang terjadi di negara maju itu terjadi lebih dulu dibanding Indonesia,” katanya dalam acara peluncuran survei “Decoding Global Talent 2024: Mobility Trends”, di Jakarta, Selasa (4/6).
Selain para pekerja digitalisasi, data science, dan AI, profesional di bidang lainnya seperti teknik (77%), profesi kreatif dan riset (76%), dan teknologi informasi (75%) juga tertarik untuk bekerja di luar negeri.
Lebih lanjut Wisnu mengatakan hasil riset menunjukkan orang Indonesia cenderung akan kembali ke Indonesia setelah bekerja di luar negeri beberapa tahun. Sehingga, ketika orang Indonesia sudah mengembangkan karier di luar negeri, mereka cenderung kembali ke tanah air dengan karier yang lebih baik.
Berdasarkan survei tersebut ditemukan 67% masyarakat Indonesia pada 2023 memiliki keinginan yang kuat untuk bekerja di luar negeri, setara dengan rata-rata kawasan Asia Tenggara yang mencapai 68%. Namun, angka ini menurun dari sebelum pandemi Covid-19 yang mencapai 82% pada 2018.
“Berbeda dengan tren global di mana individu muda lebih bersedia untuk bekerja di luar negeri, masyarakat Indonesia di berbagai tahap kehidupan dan usia menunjukkan minat yang sama dalam relokasi internasional,” kata Wisnu.
Dari 67% masyarakat Indonesia yang ingin bekerja di luar negeri, 32% di antaranya memilih Jepang sebagai negara tujuan utama untuk bekerja, diikuti oleh negara maju lainnya seperti Australia, Singapura, dan Jerman.
Minat masyarakat Indonesia untuk melakukan pekerjaan internasional jarak jauh atau hybrid meningkat secara signifikan, dari 55% pada tahun 2020 menjadi 71% pada tahun 2023, menunjukkan peningkatan sebesar 16%.
Sementara itu, Managing Director, Boston Consulting Group Indonesia Haikal Siregar bilang, secara keseluruhan, orang-orang memilih negara di luar untuk kesempatan kerja dan kualitas hidup, dan lebih menyukai pemberi kerja yang menawarkan dukungan dan keuntungan lebih, seperti kualitas hidup dan pendapatan yang lebih baik.
“Untuk mempersiapkan diri menghadapi ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan tenaga kerja, perusahaan dapat mempraktikkan perencanaan tenaga kerja yang lebih strategis mengikuti preferensi para pencari kerja global untuk pasar Indonesia,” kata Haikal.
Jauh-jauh hari, pada 2018 McKinsey Global Institute telah menyatakan perubahan digital bisnis juga akan berdampak secara perlahan terhadap keahlian yang dibutuhkan dari para talent.
Kemampuan bahasa pemrograman dan penguasaan teknologi informasi lanjutan seperti Cybersecurity, Cloud Computing, Big Data Analytics, Artificial Intelligence, dan Digital Business merupakan keahlian utama yang dibutuhkan di masa depan.
Di samping itu, social dan emotional skills mencakup entrepreneurship, initiative taking, dan leadership serta kemampuan kognitif yang tinggi seperti kreativitas dan complex information processing juga perlu dipersiapkan strategi dalam menghadapi skill shifting ini termasuk dengan meningkatnya kemampuan para digital talent tersebut, kompetisi antar perusahaan untuk mendapatkan kandidat terbaik pun menjadi sangat ketat.
Digital talent atau talenta digital diartikan sebagai sumber daya manusia (SDM) dengan kemampuan menguasai teknologi digital. Sebuah studi yang dilakukan Microsoft bersama IDC di 2018 menyebut digital talent adalah salah satu kunci penting transformasi digital.
Studi Microsoft dan IDC pada Februari 2018 juga menunjukkan bahwa 93% pekerjaan dalam tiga tahun kedepan [2021] akan mengalami transformasi digital. Diperkirakan 68% pekerjaan akan dialihfungsikan ke posisi-posisi baru yang memerlukan pelatihan ulang agar siap menghadapi transformasi digital.
Temuan riset IDC menyebutkan core technology yang akan mendorong transformasi digital dan membutuhkan digital talent adalah Artificial Intelligence (AI) dan cloud computing. Dua core technology tersebut juga mendorong pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. ■