digitalbank.id — BANK plat merah terus berbenah. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) misalnya, akan terus mendorong digitalisasi di sektor perbankan, terutama PT Bank Raya Indonesia Tbk. (AGRO).
Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengatakan Bank Raya yang sebelumnya bernama PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk. akan menjangkau masyarakat di wilayah pedesaan yang saat ini belum mendapatkan fasilitas kredit usaha rakyat atau KUR. “Di bawah BRI, kami mendorong Raya, transformasi Bank Agro menjadi bank digital terdepan di pedesaan. Fokusnya akan melayani masyarakat gig economy yang tidak dinilai oleh KUR saat ini,” kata Kartika dalam acara Mandiri Investment Forum 2022 secara virtual, Rabu (9/2/2022).
Kartika mengungkapkan, Bank Raya sebagai bank digital akan bekerja sama dengan perusahaan financial technology atau fintech untuk menjadi distribusi sekaligus mitra. “Bank Raya bertujuan untuk bekerja sama dengan fintech, yang sebagian juga diinvestasikan melalui BRI Ventures, untuk menjadi distribusi dan juga mitra,” sambungnya. Dengan demikian, Kartika berharap, fintech yang belum dapat menjangkau wilayah geografis Indonesia juga bisa memanfaatkan Bank Raya untuk mengakses jaringan besar BRI, termasuk melalui BRILink atau agen BRI yang memiliki 500.000 footprint di seluruh wilayah Indonesia.
Adapun, emiten bersandi AGRO ini menyatakan telah memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp2 triliun pada 2021, sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum. Direktur Keuangan dan Operasional Bank Raya Arif Wicaksono mengatakan perseroan telah memiliki modal inti minimum sebesar Rp2 triliun usai melaksanakan penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) atau rights issue pada periode perdagangan 2 Desember 2021 hingga 8 Desember 2021. Melalui aksi tersebut, Bank Raya berhasil mendapatkan dana sebesar Rp1,16 triliun. Di mana, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) sebagai Pemegang Saham Pengendali berpartisipasi penuh dalam pelaksanaan rights issue.
Apa sih gig economy? Menurut BBC, gig economy adalah pasar tenaga kerja yang identik dengan karyawan kontrak jangka pendek atau pekerja lepas (freelancer). Ada juga sudut pandang lain yang menyatakan gig economy sebagai lingkungan kerja yang fleksibel dalam hal jam kerja, tapi minim perlindungan hingga berpotensi menimbulkan eksploitasi. Dalam prinsip gig economy, seseorang dibayar berdasarkan pekerjaan yang mereka selesaikan. Bukan mendapatkan gaji rutin bulanan yang besarannya tetap seperti kebanyakan orang di generasi sebelumnya.
Gig economy diglorifikasi sebagai ekonomi masa depan, yakni pasar kerja yang identik dengan kontrak kerja jangka pendek atau pekerja lepas, fleksibel dalam jam kerja, dan minim perlindungan tempat kerja. Data BPS (Februari 2021) menunjukkan 78,14 juta pekerja Indonesia (59,62%) bekerja di sektor informal. Gig economy diyakini menurunkan tuna karya (pengangguran) karena dianggap telah mempercepat fleksibilitas pasar tenaga kerja sehingga memperluas kesempatan kerja. Kelompok ini termasuk mayoritas di Indonesia, maka tidak salah bila Bank Raya menyasar pasar ini.(SAF)