digitalbank – Di mata para investor raksasa global, terutama dari Korea, bisnis perbankan Indonesia adalah pasar yang menggiurkan. Sama persis dengan pasar drakor (drama Korea), K-Pop yang juga sudah ngehits di sini.
Sektor jasa keuangan tanah air yang tengah marak melakukan transformasi digitalnya, menurut laporan Morgan Stanley (MS) sangat menarik bagi para pemodal besar di seluruh dunia untuk masuk ke Indonesia ambil bagian mencari keuntungan.
Apalagi, lanjut laporan itu, perkembangan bisnis keuangan di Indonesia yang kini jauh lebih atraktif, telah membuka banyak peluang pada bank asing. Hal itu ditunjukan dengan maraknya proses akuisisi, merger dan juga ramainya pasar saham perbankan di lantai bursa.
Baca juga: Amar Bank jadi bank pertama di Indonesia yang terapkan hybrid working style secara permanen
Tak mau ketinggalan, para investor dan pemodal besar dari Korea pun, berebut dan tertarik untuk menjadi pemain utama di bisnis jasa keuangan di sini, baik lewat skema merger ataupun akuisisi (M&A).
Tengok saja sejumlah bank mini yang telah diakuisisi atau dimerger oleh perusahaan finansial dari Korea. Misalnya saja, PT Bank Metro Express, PT Bank Mitraniaga Tbk, Bank Agris, PT Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk, Bank Bima, PT Bank KEB Indonesia, PT Bank Dinar Indonesia Tbk, PT Bank Oke Indonesia.
Semua bank yang disebutkan di atas, kini rasanya seperti rasa K-Pop karena manajemen dan teknologinya bercita rasa Korea. Begitu pun sebagian besar sahamnya sudah dikuasai oleh para investor dari negri ginseng itu.
Baca juga: Tak cuma digandrungi milenial, orang tua ternyata juga suka aplikasi Jenius
Mau contoh siapa investor Korea yang sudah malang melintang di sini. Sebut saja, APRO Financial Co Ltd yang merupakan sebuah fintech besar, begitu juga Hana Financial Group, juga dari Korea yang sudah beroperasi di 24 negara, lalu ada juga Woori Bank Korea, Industrial Bank of Korea, dan juga Shinhan Financial Group.
Para pemain di bisnis finansial asal Korea tersebut, bukanlah para investor sembarangan. Di negerinya, mereka termasuk para pemain lama di sektor keuangan dan teknologi.
Dengan kondisi ekonomi Indonesia yang terus menunjukan trend positif, wajar kiranya, para investor keuangan global itu ingin melebarkan sayapnya di sini.
Shinhan Financial Group, salah satu group finansial terbesar di Korsel telah mengakuisisi PT Bank Metro Express (BME) sekaligus melahap 100 % saham PT Centratama Nasional Bank (CNB) di 2016. Begitu pun investor Korea lainnya yang sudah lebih dulu menyasar bank mini untuk dijadikan kuda tunggangan di bisnis finansial mereka.
Baca juga: Salah hitung customer acquisition cost, jangan harap bank digital cuan
Fakta menarik soal alasan mengapa investor dari Korea tersebut getol mengakuisisi bank mini di sini, salah satunya karena tingkat populasi penduduk Indonesia yang belum menjadi nasabah bank masih sangat besar.
Morgan Stanley juga beralasan yang sama. Bahkan disebutnya, trend merger dan akuisisi ini akan terus berlanjut pada tahun- tahun mendatang. Sejak tahun 2019 hingga 2020 saja, nilai akuisisi itu tercatat sebesar US$ 7 miliar atau setara Rp 101 triliun.
Catatan MS juga menunjukan, pertumbuhan tahunan bank di Indonesia dari sisi pinjaman, jauh melampaui Korea. Semasa pandemic, CAGR Indonesia tadi ada di angka 16 % sedangkan di Korea hanya 7 %. Sementara Net Intetrst Margin di sini ada di angka 5,9 % sementara Korea cuma 1,9 % saja.
“Bank asing mendominasi akuisisi sejak 2 tahun lalu dengan nilai saham 99 %,” begitu riset Morgan Stanley. Kalau sudah begitu, ke depan, rasanya kita bakal terbiasa dan makin akrab dengan menjamurnya bank digital mini ala Korean Barbeque yang rasanya pedas.(Luk)