digitalbank.id — BLESSING IN DISGUISE, ada berkah di balik musibah. Inilah barangkali yang akan terjadi saat PT. Bank Negara Indonesia (Persero) mengincar kalangan masyarakat dan UMKM yang kini terjebak pinjaman online (pinjol) untuk menjadi nasabah di bank digital milik BNI. Sungguh mulia dan jadi solusi bagi masyarakat dan UMKM. Benarkah kelak hal ini menjadi solusi ?
Memprihatinkan sekali bila melihat begitu banyaknya pinjol ilegal yang bergentayangan dan mencari mangsanya di Indonesia. Sebagai contoh, beberapa waktu lalu ada mantan guru TK di Malang, Jawa Timur, Melati, menjadi salah satu korban. Dia diancam oleh debt colector lantaran tidak sanggup membayar utangnya yang dipinjamnya ke 24 aplikasi pinjol berbeda.
Baca juga: Bank Jago dan GoPay hadirkan integrasi bank digital dan platform on demand pertama di Indonesia
Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah mengatakan, salah satu alasan kasus pinjol masih terus berulang adalah karena pontensi Fintech di Indonesia yang masih sangat besar. Dia menyebutkan, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa kebutuhan akan kredit mencapai Rp2.650 triliun, sedangkan yang baru terpenuhi baru Rp1.000 triliun.
“Kami melihat memang potensi untuk kebutuhan pendanaan masyarakat sungguh besar dan ada gap-nya, dimana tingkat kebutuhannya banyak tapi supply-nya yang sedikit. Ini yang membuat masyarakat tertarik sehingga banyak pasarnya,” ujarnya.
Kemudian faktor pendorong kedua adalah tingkat inklusi keuangan di Indonesia belum berbanding lurus dengan literasi keuangannya. Kuseryansyah menyebutkan tingkat inklusi keuangan di Indonesia baru mencapai 75 persen. Sementara tingkat literasi keuangannya hanya 38 persen.
Baca juga: Nama boleh saja bank digital, rasanya sih masih tetap konvensional
“Masih banyak itu masyarakat kita yang sudah menggunakan layanan keuangan digital tapi enggak mengerti sesungguhnya ritmenya, enggak paham risikonya, bagaimana menjadi bijak untuk mengelolanya. Makanya banyak yang terperangkap di kasus kayak gini,” ungkap dia.
Visi BNI
“Kami memiliki visi agar bank digital ini juga bisa fokus untuk UMKM, terutama yang tradisional UMKM yang saat ini banyak mungkin terjebak dengan pinjol, pinjaman-pinjaman online yang seperti itu,” terang Direktur Utama BNI Royke Tumilaar di acara Economic Outlook 2022 bertajuk Arah Pergerakan Suku Bunga 2022 baru-baru ini.
Kendati demikian, Royke belum memberi proyeksi seberapa banyak kira-kira jumlah nasabah yang bisa digaet bank dari kalangan ini. Begitu juga dengan pasar pinjol yang dimaksud, apakah berasal dari pinjol legal atau ilegal. “Tapi ini akan kami coba bantu, sehingga membantu UMKM yang punya potensi untuk tumbuh ke depan karena engine (mesin) pertumbuhan masih dari segmen UMKM,” jelasnya.
Lebih lanjut Royke menuturkan bank digital BNI ke depan dapat menggarap kalangan ini karena diharapkan layanan pembayaran dan fasilitas kredit yang diberikan bisa lebih murah dari bank konvensional.
Baca juga: Usung teknologi blockchain, Bank Permata buat terobosan transaksi trade finance
Harapan ini muncul karena bank digital menggunakan teknologi yang bisa memungkinkan terciptanya efisiensi. “Kami ingin memiliki bank digital yang teknologi tinggi sehingga cost bisa relatif rendah, suku bunga juga relatif bisa kita tekan. Ini akan menjangkau banyak target market yang belum kami sentuh selama ini,” tuturnya.
Royke berharap penambahan nasabah melalui bank digital BNI ke depan bisa membuat tingkat inklusi keuangan di Indonesia meningkat. Selain itu, dapat menumbuhkan perekonomian nasional. “Jadi bisa bawa masyarakat lebih banyak ke layanan bank yang kalau dari sisi konvensional banking mungkin ini tidak mudah,” imbuh dia.
Sebagian orang berpendapat, apa yang disampaikan Royke ini adalah baru sebatas wacana dan eksplorasi ide dan strategi akuisisi pelanggan. Sebagaimana diketahui, bank-bank plat merah, BRI, Mandiri dan BNI tengah gencar-gencarnya menjalani proses transformasi menuju bank digital. Dan salah satu yang paling krusial dalam pembentukan bank digital selain teknologi, adalah Customer Acquisition Cost (biaya akuisisi pelanggan). Dapat dipastikan bank ini sangat kesulitan mengakuisisi pelanggan dan tentunya membutuhkan biaya yang sangat tinggi.
Mengapa? Karena BNI belum memiliki ekosistem digital sebagaimana halnya Bank Jago dengan Gojeknya, atau BCA dengan blibli.com, Agate dan lainnya. Akuisisi pelanggan akan jauh lebih efektif dan efisien bagi bank digital yang sudah memiliki ekosistem sendiri.
Saat ini BNI juga masih memproses pembentukan bank digitalnya. Bank ini akan dibentuk dari hasil akuisisi bank kecil. Kabar yang beredar, BNI bakal mengakuisisi Bank Mayora. Namun, bank pelat merah itu masih belum mau buka suara soal kabar tersebut. Adapun pendekatan ke nasabah Pinjol juga tidaklah mudah. Yang lebih realistis, agaknya BNI justru harus bekerjasama atau berkolaborasi dengan fintech pinjol untuk menjadi mitra strategisnya sekaligus menjadi mitra penyaluran kreditnya.
Baca juga: Salah hitung customer acquisition cost, jangan harap bank digital cuan
BNI juga mendorong para pelaku UMKM agar dapat memanfaatkan secara optimal jaringan global yang dimiliki perusahaan, terutama untuk memperluas pasar dengan berorientasi kepada bisnis ekspor. “Pertama, kita mau UMKM ini agar go digital, jadi nanti kita mau ambil ini dari nasabah korporasi, kemudian kita kembangkan ke luar negeri dengan chanel-chanel milik kita,” tambah Royke.
Manfaat Pinjol
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara menuturkan manfaat pinjol antara lain adalah kecepatan akses yang tidak dimiliki oleh bank. Penarikan pinjaman lewat pinjol bisa dilakukan dalam 24 jam selama tujuh hari lantaran memanfaatkan layanan digital.
Dari sisi tenor pinjaman, pinjol menawarkan tenor yang lebih singkat dibandingkan bank yakni dimulai dari dua minggu sampai dengan tiga minggu. Pun demikian, plafon pinjaman yang relatif lebih terjangkau wong cilik kalangan unbankable.“Plafon pinjaman bisa disesuaikan, bahkan yang paling kecil ada pinjaman di bawah Rp10 ribu untuk beli pulsa, bank tidak bisa masuk ke situ,” tegas Bhima.
Pinjol bisa memberikan kemudahan akses pendanaan bagi masyarakat yang masih belum tersentuh layanan finansial atau perbankan (unbankable). Dengan demikian, kalangan unbankable itu bisa mendapatkan pendanaan dari pinjol untuk kepentingan mendadak. Bank Indonesia (BI) mencatat golongan unbankable tersebut mencapai 91,3 juta orang pada 2020 lalu. “Tidak perlu agunan seperti kita pinjam ke bank,” ucapnya.
Inilah tantangan yang akan dihadapi Bank BNI digital nanti, bisakah memberikan layanan semudah pinjol? Sehingga berlaku pemeo: habis pinjol terbitlah bank digital atau kolaborasi diantara keduanya. (SAF)