Mastercard bersiap menuju pembayaran digital berbasis tokenisasi dan teknologi cloud

- 16 April 2025 - 19:06

Mastercard bersiap mempercepat transisi global menuju pembayaran digital berbasis tokenisasi dan teknologi cloud, yang digadang-gadang akan mengakhiri dominasi kartu fisik. Dengan mengandalkan passkey biometrik dan pengamanan canggih, transaksi akan cukup dilakukan dalam satu klik—menawarkan keamanan tinggi sekaligus kenyamanan. Namun, tantangan adopsi publik dan potensi disruptif terhadap model bisnis seperti PayPal masih jadi perdebatan.


Poin utama:

  1. Mastercard memimpin revolusi tokenisasi untuk menghapus kebutuhan memasukkan data kartu secara manual.
  2. Teknologi tokenisasi dinilai mampu menekan potensi kerugian akibat penipuan online yang diproyeksikan mencapai US$91 miliar pada 2028.
  3. Peralihan ke sistem tanpa kartu fisik diprediksi akan mengubah lanskap kekuasaan di industri pembayaran digital.

Bayangkan, lima tahun dari sekarang Anda tak lagi perlu menghafal 16 digit nomor kartu kredit saat belanja online. Cukup satu klik, dan pembayaran langsung terverifikasi melalui sidik jari atau wajah Anda. Inilah masa depan transaksi digital yang sedang dipacu oleh Mastercard lewat inovasi tokenisasi dan teknologi cloud.

Industri keuangan global tengah berada di ambang revolusi digital berikutnya. Mastercard, salah satu raksasa sistem pembayaran dunia, tengah memimpin langkah untuk menghapus kebutuhan kartu fisik dalam transaksi online. Alih-alih memasukkan nomor kartu secara manual, pengguna akan segera menggunakan “payment passkeys” berbasis biometrik dan sistem tokenisasi yang disimpan secara aman di perangkat mereka.

“Kami sedang menghilangkan entri kartu manual dengan menerapkan passkey pembayaran yang menggunakan biometrik aman di perangkat yang sudah kita pakai seperti ponsel,” ujar Jennifer Marriner, Executive Vice President of Acceptance Solutions Mastercard kepada Fortune. “Autentikasi ini, dikombinasikan dengan tokenisasi—yang saat ini sudah mengamankan miliaran transaksi setiap tahun—membuat pembayaran satu klik menjadi kenyataan.”

Tokenisasi bukanlah hal baru. Teknologi ini diperkenalkan sejak pertengahan 2010-an saat dompet digital seperti Apple Pay dan Google Pay mulai populer. Namun kini, teknologi tersebut memasuki tahap krusial dalam mendefinisikan ulang arsitektur ekonomi digital.

Menurut laporan Juniper Research, potensi kerugian akibat penipuan pembayaran online akan melonjak hingga US$91 miliar per tahun pada 2028. Tokenisasi dinilai sebagai jawaban atas tantangan keamanan ini, karena menggantikan informasi sensitif seperti nomor kartu dengan “token” acak yang tidak bernilai jika dicuri.

“Tokenisasi menggantikan informasi kartu dengan token acak yang dikunci dengan kriptogram, secara signifikan mengurangi risiko penipuan,” jelas Marriner. “Bahkan jika token itu dicuri dalam peretasan data, nilainya nyaris nol.”

Tak hanya untuk pembayaran kartu, tokenisasi juga membuka peluang besar di sektor lain seperti aset digital. Dengan memanfaatkan blockchain, aset konvensional seperti saham, obligasi, hingga properti dapat ditokenisasi, memperkuat transparansi dan kepercayaan.

Namun adopsi teknologi baru tak pernah mulus. Profesor Arun Sundararajan dari NYU Stern School of Business menyebut bahwa reputasi blockchain sempat tercoreng akibat maraknya penipuan dalam dunia kripto. Menurut FBI, kerugian akibat penipuan kripto mencapai lebih dari US$5,6 miliar pada 2023, sebagian besar disebabkan oleh “impersonation token”.

Meski demikian, Mastercard menegaskan bahwa tokenisasi untuk e-commerce konvensional jauh lebih aman. Saat ini, lebih dari 30% transaksi Mastercard sudah ditokenisasi, bahkan jumlah token aktifnya sudah melampaui jumlah kartu fisik yang beredar.

“Memang dibutuhkan waktu agar semua konsumen bisa percaya dan menikmati manfaatnya,” kata Marriner.

Di sisi lain, perubahan ini juga berpotensi mengguncang eksistensi perusahaan seperti PayPal, CashApp, hingga Zelle. Sundararajan bahkan mengaku terkejut bahwa PayPal masih bertahan 30 tahun setelah diluncurkan.

Profesor Ramnath Chellappa dari Goizueta Business School, Emory University, menilai konsumen mungkin tak akan merasakan perubahan besar secara langsung. Namun dari sudut pandang kekuasaan dan pengaruh pasar, dampaknya akan sangat signifikan.

“Sebagai konsumen, kita mungkin hanya merasa lebih mudah. Tapi di balik layar, ada pertarungan kekuasaan antara para pemain besar,” ujarnya.

Mastercard sendiri optimistis bahwa peralihan ke digital payment akan semakin cepat. Tren contactless, digital wallet, dan metode pembayaran baru sudah mengakar kuat, terutama pascapandemi.

“Ke depan, kami melihat keunggulan dan variasi metode pembayaran digital akan menjadikannya pilihan utama konsumen global,” ujar Marriner. Meski begitu, ia mengakui bahwa “kebiasaan lama sulit dihilangkan.”

Sebagian konsumen mungkin tetap bertanya: “Jika tidak rusak, mengapa harus diperbaiki?” ■

Comments are closed.