
Di tengah meningkatnya kompleksitas rantai pasok dan pembiayaan perdagangan internasional senilai US$9,7 triliun, teknologi tokenisasi berbasis blockchain muncul sebagai solusi masa depan. Meski menjanjikan efisiensi, tantangan interoperabilitas antar platform dan fragmentasi pasar masih menghambat adopsi skala luas.
Poin utama:
- Sekitar 90% perdagangan dunia bergantung pada pembiayaan perdagangan, namun proses manual dan birokrasi masih menjadi kendala utama, terutama bagi pelaku UMKM.
- Tokenisasi berbasis blockchain memungkinkan transformasi dokumen fisik menjadi aset digital, mempercepat transaksi dan memperkuat kepercayaan antar pelaku bisnis.
- Tantangan utama adalah fragmentasi pasar dan kurangnya interoperabilitas antar sistem ledger, yang dapat menghambat potensi penuh tokenisasi.
Pembiayaan perdagangan (trade finance) selama ini menjadi tulang punggung aktivitas ekspor-impor dunia. Namun, birokrasi berlapis, regulasi negara yang berbeda-beda, serta ketergantungan pada proses manual, memperlambat pergerakan barang dan dana secara signifikan.
Menurut laporan Bank Dunia (2023), tantangan ini paling dirasakan oleh pelaku usaha kecil dan menengah. Di Amerika Serikat, 32% pelaku usaha kecil di sektor manufaktur dan 46% di sektor jasa menyebut proses pembiayaan perdagangan saat ini sebagai “membebani”. Bahkan, setengah dari permintaan pembiayaan perdagangan oleh UMKM ditolak.
Namun, harapan datang dari arah teknologi blockchain dan tokenisasi. Konsep embedded finance—khususnya tokenisasi dokumen—memungkinkan digitalisasi penuh atas dokumen seperti letter of credit, invoice, atau bill of lading. Proses verifikasi dan pencairan dana dapat dilakukan secara otomatis melalui smart contract yang berbasis kondisi transaksi yang telah disepakati.
Contoh nyata datang dari Citi melalui program Citi Token Services for Cash, yang telah diujicoba antara Singapura dan New York sejak Oktober 2024. Dengan menggunakan distributed ledger technology (DLT), Citi menciptakan platform pembayaran dan likuiditas yang bersifat programmable dan beroperasi 24/7.
Hal serupa dilakukan Standard Chartered melalui inisiatif SC Ventures yang bekerja sama dengan platform FinTech SWIAT dan Olea. Mereka berhasil mentokenisasi piutang untuk pembiayaan pemasok lintas negara, dengan dukungan pendanaan dari DekaBank.
Namun, laporan Bank for International Settlements (2024) menegaskan, manfaat tokenisasi hanya bisa dirasakan secara maksimal jika ada interoperabilitas yang kuat antar sistem. “Pasar yang terfragmentasi dan tidak saling terhubung bisa menghambat inovasi dan memperbesar risiko,” tulis laporan tersebut. Solusinya: adopsi standar pesan universal dan protokol ledger yang seragam agar semua pengguna bisa membuka dan mengakses akun lintas platform dengan mudah.
Sementara adopsi teknologi terus berkembang, adopsi luas masih menghadapi hambatan institusional dan teknis. Pemain global di sektor ini pun dihadapkan pada pilihan: berinovasi melalui kolaborasi terbuka atau tetap terjebak dalam silo digital yang membatasi skala dan efisiensi.
Interoperabilitas (interoperability) dalam konteks pembiayaan perdagangan dan teknologi digital adalah kemampuan berbagai sistem, platform, atau jaringan berbeda untuk saling terhubung, bertukar data, dan bekerja sama secara efisien tanpa hambatan teknis atau administratif.
Interoperabilitas dalam perdagangan mencakup:
- Sistem ledger yang berbeda (blockchain atau DLT) bisa saling bicara
Misalnya, token yang diterbitkan di platform blockchain A bisa diakses dan diproses oleh platform B tanpa perlu konversi manual. - Standar komunikasi yang seragam
Seperti penggunaan protokol pesan dan data yang sama antar bank, fintech, dan pelaku logistik, sehingga dokumen seperti invoice, bill of lading, atau letter of credit dapat dibaca dan diproses oleh siapa pun di jaringan. - Akses universal dan aman bagi pengguna lintas platform
Artinya, pelaku usaha atau bank bisa mengakses berbagai layanan tokenisasi dan pembiayaan melalui satu interface atau wallet yang terhubung ke banyak jaringan.
Tanpa interoperabilitas, ekosistem digital akan terpecah (fragmented). Masing-masing platform akan jadi silo (terisolasi), sehingga manfaat efisiensi, kecepatan, dan transparansi dari tokenisasi tidak maksimal. ■