
Mayoritas perusahaan di Asia Pasifik semakin agresif dalam mengadopsi kecerdasan buatan (AI) untuk meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan. Namun, survei Accenture mengungkap hanya 1% yang benar-benar siap menghadapi risiko kepatuhan, privasi, dan keamanan data. Tanpa pengelolaan yang matang, percepatan AI justru bisa menjadi bumerang bagi industri.
Fokus utama:
- Perusahaan di Asia Pasifik berencana menggunakan model agen AI dalam tiga tahun ke depan.
- Hanya 1% perusahaan yang memiliki strategi matang untuk mengelola risiko kepatuhan, privasi, dan keamanan data.
- 69% eksekutif percaya AI hanya bisa dimanfaatkan sepenuhnya jika dibangun di atas fondasi kepercayaan.
Transformasi digital di kawasan Asia Pasifik melesat cepat. Laporan terbaru Accenture menunjukkan bahwa sembilan dari sepuluh perusahaan di kawasan ini tengah mempercepat penggunaan kecerdasan buatan (AI). Mereka melihat AI sebagai pendorong utama efisiensi dan pertumbuhan bisnis.
Namun, ironisnya, hanya segelintir yang benar-benar siap menghadapi risiko yang menyertai adopsi teknologi ini. Hanya 1% perusahaan yang mengaku memiliki strategi solid untuk mengatasi tantangan kepatuhan, privasi, dan tata kelola data. Tanpa mitigasi yang tepat, AI bisa menjadi ancaman serius bagi bisnis, alih-alih menjadi solusi.
NG Wee Wei, Senior Managing Director Accenture untuk Asia Tenggara, menegaskan bahwa AI yang bertanggung jawab tak lagi sekadar kewajiban hukum, tetapi kini menjadi prioritas strategis. “Pemerintah di Asia Tenggara sedang mengembangkan kebijakan AI, sementara perusahaan semakin gencar mengadopsi teknologi ini. Namun, tantangan tetap besar: risiko AI meningkat, regulasi terus berubah, dan rantai nilai AI semakin kompleks,” ujarnya.
Laporan Accenture juga mengungkap ketimpangan dalam kesiapan AI. Secara organisasi, 73% perusahaan di Asia Pasifik mengklaim telah memiliki strategi AI yang matang. Namun, di sisi operasional, hanya 35% yang benar-benar siap menerapkan AI secara bertanggung jawab.
Beberapa poin utama dalam studi Accenture:
- AI sebagai alat pertumbuhan – 48% perusahaan melihat AI yang bertanggung jawab sebagai strategi utama untuk meningkatkan pendapatan.
- Lonjakan investasi dalam AI yang bertanggung jawab – Perusahaan yang berinvestasi serius dalam tata kelola AI diprediksi meningkat lima kali lipat dalam dua tahun, dari 10% menjadi 50%.
- Privasi dan keamanan data sebagai risiko utama – 57% perusahaan menyoroti privasi dan tata kelola data sebagai tantangan terbesar, diikuti oleh keamanan dengan 53%.
“Kebanyakan perusahaan memang sudah mengalokasikan investasi untuk AI, tetapi banyak yang kesulitan mendapatkan nilai nyata dari teknologi ini. Tanpa fondasi data yang kuat dan kepercayaan dari karyawan serta pelanggan, AI sulit memberikan manfaat maksimal,” ujar Ryoji Sekido, Co-CEO Asia Pasifik dan CEO Accenture untuk Asia Oceania.
Survei Accenture mengungkap bahwa 69% eksekutif di Asia Tenggara percaya AI hanya bisa dimanfaatkan secara maksimal jika dibangun di atas fondasi kepercayaan. Tanpa kepercayaan, perusahaan berisiko menghadapi resistensi dari karyawan dan pelanggan, yang bisa memperlambat adopsi AI.
Langkah-langkah yang bisa diambil perusahaan untuk membangun kepercayaan terhadap AI:
- Menetapkan prinsip AI yang bertanggung jawab, dengan akuntabilitas yang jelas untuk desain, penerapan, dan pengelolaan AI.
- Mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko, termasuk bias algoritma, transparansi, keakuratan, serta dampaknya terhadap manusia.
- Melakukan pengujian AI secara berkala, memastikan sistem bekerja secara adil, dapat dijelaskan, dan aman.
- Mengembangkan sistem pemantauan dan kepatuhan real-time, untuk mengantisipasi risiko AI sebelum berdampak negatif pada bisnis.
- Mengedepankan privasi dan keamanan data, memastikan AI selaras dengan standar etika dan peraturan yang berlaku.
Tanpa pendekatan yang terstruktur, AI justru bisa menjadi bom waktu bagi perusahaan. Regulasi terkait AI terus berkembang, dan perusahaan yang tidak siap berisiko menghadapi denda, kehilangan kepercayaan pelanggan, hingga potensi gangguan operasional yang merugikan.
Studi Accenture menyoroti bahwa tantangan terbesar dalam adopsi AI bukan hanya pada teknologi itu sendiri, tetapi juga pada kesiapan organisasi dalam mengelola risiko dan kepatuhan. Jika AI digunakan dengan benar, ia bisa menjadi pendorong pertumbuhan bisnis yang signifikan. Namun, jika diterapkan tanpa pengawasan yang ketat, dampaknya bisa merugikan.
Seiring dengan semakin ketatnya regulasi di berbagai negara, perusahaan di Asia Pasifik perlu bergerak cepat untuk memastikan bahwa AI mereka tidak hanya canggih tetapi juga bertanggung jawab. Bagi pemimpin bisnis, kunci sukses terletak pada keseimbangan antara inovasi dan pengelolaan risiko.
“Kita tidak bisa lagi melihat AI yang bertanggung jawab sebagai sekadar regulasi. Ini adalah strategi bisnis yang krusial untuk jangka panjang,” tutup NG Wee Wei. ■