AI baru sebatas meningkatkan produktivitas bank, tapi belum jadi mesin uang

- 29 Desember 2024 - 07:31

Industri perbankan global kini tengah memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk mempercepat proses kerja dan meningkatkan produktivitas. Namun, terlepas dari potensinya yang luar biasa, AI belum mampu memberikan dampak langsung dalam mendongkrak pendapatan bank. Para eksekutif bank besar dunia kini dihadapkan pada tantangan besar: bagaimana menemukan use case spesifik AI yang dapat menghasilkan keuntungan nyata.

Bank-bank besar seperti Goldman Sachs dan BNY Mellon telah mengintegrasikan AI untuk meningkatkan efisiensi operasional. Namun, menurut para pemimpin mereka, teknologi ini lebih banyak digunakan untuk memotong biaya dan waktu daripada menciptakan sumber pendapatan baru. Di tengah tren adopsi AI yang semakin meluas, muncul pertanyaan besar: apakah AI benar-benar bisa menjadi pengubah permainan dalam menghasilkan profit bagi sektor perbankan?

AI di dunia perbankan, meningkatkan produktivitas, mengurangi biaya

CEO Goldman Sachs, David Solomon, mengungkapkan bahwa perusahaannya kini memanfaatkan machine learning dan AI untuk berbagai proses, termasuk coding. Dengan 11.000 programmer yang bekerja di bank tersebut, peningkatan produktivitas hingga 20–30% menjadi target realistis.

“Kami punya 11.000 programmer. Kami melakukan segudang pekerjaan coding. Jika kami bisa meningkatkan produktivitas coding sebesar 20% atau 30%, ini dorongan besar buat kami,” ungkapnya.

Langkah serupa juga dilakukan oleh BNY Mellon. CEO Robin Vince menyebut ribuan karyawan di bank tersebut kini menggunakan “agen” berbasis AI untuk membantu pekerjaan mereka sehari-hari, dari analisis data hingga tugas administratif.

“Ada ribuan orang di BNY yang kini bisa membuat dan menjalankan ‘agen’ untuk membantu pekerjaan keseharian mereka,” jelas Vince.

Hasilnya, waktu yang dibutuhkan untuk tugas seperti menulis laporan ekuitas di BMO Capital Markets, misalnya, kini berkurang drastis dari 4 jam menjadi hanya 1 jam. Dengan ini, para analis memiliki lebih banyak waktu untuk fokus pada pekerjaan strategis.

Tantangan besar: Menciptakan sumber pendapatan dari AI

Meskipun AI telah terbukti meningkatkan efisiensi, hingga kini belum ada bukti bahwa teknologi tersebut mampu menjadi sumber pendapatan baru. Chief AI and Data Officer Bank of Montreal (BMO), Kristin Milchanowski, mengakui bahwa AI belum menghasilkan dampak langsung terhadap pendapatan.

“Saya kira banyak yang salah memperhitungkan dampaknya ke pendapatan dan biaya dibanding apa dampak sebenarnya. Kami sama sekali tidak melihat ada aktivitas yang menghasilkan pendapatan,” jelasnya.

Milchanowski menambahkan bahwa fokus industri harus diarahkan pada pengembangan use case spesifik yang benar-benar relevan dengan kebutuhan pasar, seperti optimasi aktivitas trading atau identifikasi klien baru.

AI dan revolusi di sektor perbankan, peluang dan risiko

Menurut laporan McKinsey, adopsi AI di sektor perbankan global dapat meningkatkan efisiensi hingga 40%. Namun, laporan yang sama juga memperingatkan risiko pengangguran akibat otomatisasi tugas-tugas rutin. Di Indonesia sendiri, Bank Indonesia mendorong adopsi AI dalam perbankan untuk mendukung transformasi digital, namun perlunya investasi besar sering menjadi kendala utama.

Bank Indonesia mencatat bahwa 68% perbankan di Indonesia telah menggunakan AI untuk analisis data pelanggan, tetapi hanya 22% yang berhasil menerapkannya untuk pengembangan produk baru. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara potensi teknologi dan implementasi praktis di lapangan.

Adopsi AI dalam industri perbankan adalah langkah tak terelakkan untuk masa depan. Namun, agar teknologi ini menjadi aset strategis yang menghasilkan pendapatan, diperlukan pendekatan yang lebih fokus dan investasi pada penelitian serta pengembangan. Tanpa itu, AI hanya akan menjadi alat untuk meningkatkan efisiensi tanpa mampu mengubah lanskap bisnis secara signifikan. ■

Comments are closed.