Perkembangan pesat artificial intelligence (AI) tidak hanya membawa inovasi tetapi juga risiko keamanan yang semakin nyata, khususnya bagi industri fintech. Marshall Pribadi, CEO Privy sekaligus Wakil Ketua Umum IV Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), mengungkapkan bahwa teknologi deepfake yang memanfaatkan AI kini menjadi ancaman serius bagi keamanan data pribadi, terutama dalam konteks platform pinjaman online atau pinjol. Ancaman ini semakin mendesak dengan semakin mulusnya kualitas deepfake video yang mampu menipu sistem keamanan dan membuka akses terhadap data KTP seseorang
Dalam beberapa tahun terakhir, deepfake video AI mengalami lonjakan kualitas yang signifikan. “Perkembangannya sangat mulus, sehingga semakin lama deepfake protection juga akan kewalahan menghadapi deepfake AI hasil video yang sangat mulus,” ujar Marshall dalam keterangan tertulis pada Senin (18/11).
Ia menjelaskan bahwa hanya dengan foto KTP yang sudah beredar di internet, seorang fraudster bisa memanfaatkan deepfake video untuk mengakses akun pinjol atas nama orang lain tanpa sepengetahuannya.
Marshall menekankan bahwa pendekatan yang berbasis pada user-centric digital identity adalah solusi utama untuk mengatasi penyalahgunaan data melalui teknologi deepfake. Identitas digital berbasis user-centric memungkinkan verifikasi identitas yang lebih ketat dibandingkan hanya menggunakan foto KTP. “Solusi yang diperlukan adalah user-centric digital identity, untuk membuka akun bukan hanya bermodalkan foto KTP, tapi harus memiliki identitas digital berbasis elektronik,” jelasnya.
Dengan sistem identitas digital ini, catatan pengguna yang terlibat dalam aktivitas penipuan pada satu platform akan terdeteksi ketika mencoba mendaftar di platform lain. Hal ini membantu mencegah pelaku kejahatan untuk terus beraksi lintas platform tanpa terdeteksi.
Pentingnya tanda tangan elektronik tersertifikasi
Lebih lanjut, Marshall menjelaskan bahwa fraudster, atau pelaku penipuan digital, sering kali merupakan bagian dari sindikat yang terorganisir dan bekerja sama dengan pihak ketiga yang netral dalam sistem identitas digital federasi. Mereka tidak hanya menargetkan satu platform, tetapi juga memanfaatkan berbagai data pribadi, termasuk email dan nomor ponsel korban.
Marshall menambahkan bahwa penerapan efek jera adalah salah satu langkah yang perlu diambil untuk mengurangi tindak penipuan. Salah satunya adalah melalui tanda tangan elektronik tersertifikasi, yang telah diamanatkan oleh UU ITE sebagai identitas digital yang sah.
“Salah satu efek jera yang dapat dilakukan yaitu membekukan identitas digital pelaku sehingga tidak dapat membuka akun di platform keuangan digital lainnya,” ungkap Marshall.
Privy, sebagai perusahaan penyedia layanan tanda tangan elektronik, telah ditunjuk sebagai Official Digital Signature Partner dalam Bulan Fintech Nasional (BFN) 2024. Dalam acara tahunan yang diselenggarakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama dengan asosiasi fintech seperti AFTECH, AFSI, dan AFPI, Privy akan memberikan solusi tanda tangan elektronik yang aman dan efisien.
BFN 2024 dijadwalkan berlangsung dari 11 November hingga 12 Desember 2024, dengan puncak acara pada The 6th Indonesia Fintech Summit & Expo (IFSE) pada 12-13 November 2024. Event ini diharapkan dihadiri lebih dari 3.500 pengunjung dan melibatkan 56 exhibitor dari berbagai sektor fintech, memperkuat kolaborasi dan inovasi di industri keuangan digital Indonesia.
Menurut riset terbaru dari Sensity, jumlah serangan deepfake yang digunakan untuk tujuan kriminal meningkat hingga 330% selama dua tahun terakhir. Teknologi ini semakin banyak dimanfaatkan untuk penipuan identitas dalam layanan keuangan, seperti pinjaman online. Bahkan, laporan dari Cybersecurity Ventures memproyeksikan bahwa kerugian akibat penipuan berbasis deepfake bisa mencapai $250 juta pada tahun 2024.
Teknologi deepfake video berbasis AI merupakan tantangan baru yang mengancam keamanan data pribadi, terutama di sektor pinjol. Kolaborasi antara regulator, perusahaan fintech, dan penyedia layanan keamanan digital seperti Privy sangat penting untuk menghadapi ancaman ini. Penerapan identitas digital yang user-centric dan tanda tangan elektronik tersertifikasi menjadi solusi yang dapat melindungi konsumen dari risiko penyalahgunaan data. ■