Manfaatkan energi surya, Eropa segera bangun pusat data AI di antariksa

- 2 Juli 2024 - 18:44

BOOMING kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) mendorong meningkatnya kebutuhan pusat data (data centre). Namun pusat data AI membutuhkan energi tiga kali lebih banyak daripada pusat data tradisional dan itu menjadi masalah, tidak hanya di sisi energi, tetapi juga sisi konsumsi.

Hal itulah yang mendorong Eropa untuk mengeksplorasi opsi ruang lain untuk pusat data, sekaligus dalam upaya untuk mengurangi pusat data yang membutuhkan banyak energi di Bumi.

Mereka merancang proyek Cloud Luar Angkasa Tingkat Lanjut untuk Emisi Nol Bersih Eropa dan Kedaulatan Data (Advanced Space Cloud for European Net zero emission and Data sovereignt/ASCEND). Ini merupakan sebuah studi yang dilakukan selama 16 bulan untuk mengeksplorasi kelayakan peluncuran pusat data ke orbit.

Menurut Damien Dumestier, manajer proyek ASCEND, mereka telah sampai pada kesimpulan yang sangat menggembirakan. Studi tersebut mengklaim bahwa pusat data berbasis ruang angkasa layak secara teknis, ekonomi dan lingkungan.

“Idenya adalah untuk melepaskan sebagian permintaan energi untuk pusat data dan mengirimnya ke luar angkasa untuk mendapatkan keuntungan dari energi tak terbatas, yaitu energi matahari,” ujar Dumestier kepada CNBC Internasional, akhir pekan lalu.

Proyek senilai 2 juta euro (Rp34 miliar) itu dikoordinasikan oleh Thales Alenia Space atas nama Komisi Eropa. Disebutkan bahwa kehadiran pusat data saat ini sangat penting untuk mengimbangi digitalisasi, tetapi juga membutuhkan sejumlah besar listrik dan air untuk menyalakan dan mendinginkan server mereka.

Menurut Badan Energi Internasional, total konsumsi listrik global dari pusat data bisa mencapai lebih dari 1.000 terawatt-jam pada tahun 2026, itu kira-kira setara dengan konsumsi listrik Jepang.

“Industri ini akan segera terkena gelombang tsunami data,” kata Merima Dzanic, kepala strategi dan operasi di Asosiasi Industri Pusat Data Denmark.

Thales Alenia Space dan Leonardo mengoordinasikan studi ASCEND yang didanai oleh Uni Eropa. Penelitian ini juga memanfaatkan keahlian dari perusahaan seperti Airbus, ArianeGroup, dan Badan Antariksa Jerman.

“Menerapkan pusat data di luar angkasa dapat mengubah lanskap digital Eropa, menawarkan solusi yang lebih ramah lingkungan dan berdaulat untuk menyimpan dan memproses data,” kata Christophe Valorge, kepala petugas teknis di Thales Alenia Space.

Tim ASCEND bermaksud untuk menyebarkan 13 “blok bangunan” pusat data antariksa dengan total kapasitas 10MW pada tahun 2036. Sasaran keseluruhannya adalah untuk mencapai penyimpanan sebesar 1GW pada tahun 2050, kata manajer proyek Damien Dumestier.

Pusat data berbasis ruang angkasa akan mengorbit Bumi pada ketinggian sekitar 1.400 km, tiga kali lebih tinggi dari Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS).

Pada bulan Mei, Google menambahkan fitur baru ke mesin pencarinya yang menghasilkan ringkasan hasil pencarian yang dibuat oleh AI. Selain secara berkala mengeluarkan informasi yang tidak benar secara faktual , AI Overviews memiliki biaya tersembunyi: ia menggunakan energi hingga 10 kali lebih banyak daripada pencarian Google tradisional.

Digitalisasi, dan khususnya kebangkitan AI, telah meroketkan permintaan penyimpanan data. Permintaan listrik untuk pusat data kini melampaui pasokan listrik di beberapa bagian dunia. Banyak dari fasilitas ini masih menggunakan bahan bakar fosil.

Uni Eropa meluncurkan ASCEND untuk membandingkan dampak lingkungan dari pusat data berbasis ruang angkasa dan berbasis Bumi, dalam upayanya mengejar AS dan China dalam kapasitas penyimpanan data.

Tidak seperti pusat data di daratan, pusat data di luar angkasa dapat ditenagai oleh energi surya 24/7 . Pusat data tersebut juga tidak memerlukan air untuk pendinginan — karena luar angkasa sangat, sangat dingin.

Namun, penelitian tersebut juga menemukan bahwa agar pusat data berbasis ruang angkasa masuk akal secara lingkungan, jenis peluncur baru yang menghasilkan emisi 10 kali lebih sedikit perlu dikembangkan. Pusat data tersebut juga harus menggunakan bahan bakar roket agar tetap berada di orbit, yang tentu saja akan mengurangi kredibilitasnya sebagai pusat data ramah lingkungan.

ArianeGroup tengah mengembangkan peluncur ramah lingkungan yang dapat mengatasi emisi peluncuran. Akan tetapi, para ilmuwan masih jauh dari menghasilkan alternatif bahan bakar roket yang berkelanjutan dan hemat biaya.

Namun demikian, mengingat keterbatasan energi dan lahan di Bumi, mendirikan pusat data di luar angkasa bisa jadi merupakan upaya yang sangat besar. ■

Comments are closed.