Munculnya kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) mewakili kekuatan transformatif menawarkan peluang menarik sekaligus tantangan besar di pasar kerja. Kendati kecerdasan buatan mempunyai potensi untuk meningkatkan produktivitas pekerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi, kecerdasan buatan berpotensi menimbulkan kekhawatiran mengenai perpindahan pekerjaan dan memperburuk kesenjangan yang ada.
Studi global International Labour Organization (ILO) terbaru terkait kecerdasan buatan generatif dan pekerjaan bertajuk “Analisis Global mengenai Dampak Potensial terhadap Kuantitas dan Kualitas Pekerjaan” mengungkapkan kecerdasan buatan lebih cenderung menambah bukan menghancurkan pekerjaan dengan mengotomatisasi beberapa tugas dibandingkan mengambil alih suatu peran secara keseluruhan.
Deputi Direktur Jenderal ILO Celeste Drake menjelaskan dampak terbesar dari teknologi ini bukan pada hilangnya lapangan kerja, melainkan potensi perubahan pada kualitas pekerjaan, termasuk intensitas dan otonomi kerja.
Studi tersebut menemukan bahwa dampak potensial dari kecerdasan buatan generatif kemungkinan besar akan berbeda secara signifikan bagi laki-laki dan perempuan, dengan lebih dari dua kali lipat jumlah pekerja perempuan berpotensi terkena dampak otomatisasi.
“Hal itu disebabkan oleh keterwakilan perempuan yang berlebihan dalam pekerjaan administrasi, terutama di negara-negara berpendapatan tinggi dan menengah,” katanya pada Forum Tingkat Tinggi bertajuk´Kecerdasan Buatan dan Implikasinya terhadap Pasar Kerja Indonesia’ di Jakarta, Kamis (20/6).
ILO telah melakukan investasi yang signifikan dalam memperluas penelitian terdepan kami mengenai kecerdasan buatan. Untuk meningkatkan visibilitas pekerjaan dan melibatkan konstituen dan pihak lain, ILO akan meluncurkan Observatorium Kecerdasan Buatan dan Pekerjaan dalam Ekonomi Digital yang baru pada awal September 2024.
“Diskusi penetapan standar ILO 2025-2026 mengenai pekerjaan layak dalam ekonomi pelantar juga merupakan kesempatan untuk mendiskusikan potensi peran standar ketenagakerjaan internasional dalam mengatasi tantangan dan peluang yang ditimbulkan oleh kemajuan teknologi,” tandas Celeste Drake.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan komitmen pemerintah untuk mempersiapkan masa depan kecerdasan buatan dalam perekonomian Indonesia. Untuk itu pemerintah meluncurkan Strategi Nasional Pembangunan Ekonomi Digital Indonesia 2030 sebagai alat mendorong pelaksanaan transformasi digital yang membantu meningkatkan lanskap ekonomi.
“Kami telah meluncurkan strategi nasional yang melaksanakan transformasi digital yang membantu meningkatkan lanskap ekonomi, melindungi talenta digital, menciptakan lapangan kerja dan memastikan langkah kita mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs),” ujar Airlangga.
Pada kesempatan itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menekankan pentingnya kesetaraan dan inklusivitas. “Infrastruktur kecerdasan buatan memainkan peran besar karena kecerdasan buatan harus dapat diakses oleh semua orang, termasuk perempuan dan kelompok marginal,” ujarnya.
Shinta menambahkan, “Saatnya mendorong inklusivitas dan kesetaraan dapat menjadi salah satu upaya untuk mempersempit kesenjangan.”
Sementara itu, Ketua Penasihat Internasional Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Rekson Silaban mengingatkan agar pengusaha dan pekerja bisa memanfaatkan perubahan teknologi sebaik-baiknya. Kehadiran kecerdasan buatan, ujarnya, bermanfaat dalam mengatasi tantangan pasar kerja dan memanfaatkan peluang untuk menjadi lebih produktif.
“Dialog sosial adalah kunci untuk penerapan strategi nasional mengenai kecerdasan buatan dan untuk memastikan keterlibatan pekerja dengan baik,” tegas Rekson.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Mutu Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Prof Warsito menyoroti pentingnya meningkatkan sumber daya manusia Indonesia dengan keterampilan relevan.
“Yang kompatibel dengan dunia kerja yang cepat berubah dan kemajuan teknologi yang akan tetap ada, seperti kecerdasan buatan,” jelasnya.
Senada, Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi menekankan pentingnya tata kelola pasar kerja yang sejalan dengan pengembangan kebijakan ketenagakerjaan yang merupakan formula penting untuk memastikan keberlanjutan dunia usaha dan partisipasi angkatan kerja dalam pekerjaan yang layak.
Sementara dari sudut pandang bisnis, Direktur Urusan Pemerintahan Microsoft Indonesia dan Brunei Ajar Edi memaparkan prioritas Microsoft sebagai investor dan mitra pembangunan di Indonesia, dan kontribusinya terhadap pembangunan nasional Indonesia.
Kepala Grup Usaha Analisis Data Bank Mandiri Kurnia Sofia Rosyada juga menekankan hal serupa. Sofia menggarisbawahi perlunya pemanfaatan digitalisasi untuk memperkuat daya saing usaha kecil dan menengah yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. ■