digitalbank.id – Kemunculan bank-bank digital di Indonesia, sebenarnya sejalan dengan trend yang terjadi di seluruh dunia, di mana disrupsi teknologi digital juga menyentuh sektor perbankan di banyak negara.
Menurut Direktur Utama PT Bank Seabank Indonesia (Seabank) Sasmaya Tuhuleley, bagi Indonesia, dengan jumlah penduduk yang sangat besar dan posisi geografis yang terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil, dan keinginan kuat pemerintah membangun ekonomi digital, kehadiran bank digital memang sangat diperlukan.
“Peran bank digital dalam perekonomian digital adalah untuk memberikan akses keuangan seluas-luasnya kepada para pelaku ekonomi digital,” katanya dalam webinar Tren Perbankan di tahun 2023 yang diselenggarakan OJK Institute, Selasa (17/1).
Sasmaya mengatakan kehadiran bank digital juga untuk mempercepat inklusi keuangan, di mana kita tahu jumlah masyarakat unserved dan underserved di Indonesia sangat luar biasa besar, boleh dibilang merupakan bagian terbesar dari masyarakat Indonesia.
Segment masyarakat inilah yang menjadi target market bank digital, dengan segala tantangan yang harus dihadapi.
“Jika industri perbankan Indonesia tidak ada bank digital di masa depan, maka sangat sulit dibayangkan, bagaimana masyarakat unserved dan underserved ini dilayani dan juga bagaimana ekonomi digital di Indonesia bisa tumbuh dan berkembang,” katanya.
Untuk melayani segmen ini, bank digital harus membangun bisnis model dan bisnis proses yang benar-benar berbeda dengan praktek perbankan selama ini. Hal ini menjadi tantangan tersendiri, karena industri perbankan telah memiliki regulasi tersendiri yang selama digunakan untuk mengatur perbankan.
Jadi, demikian Sasmaya, bukan hanya infrasruktur teknologi digital yang menjadi pembeda bank digital dan non digital, tapi juga bisnis model.
“Penggunaan teknologi digital, di bank digital bersifat end to end, mulai dari data center, core banking, sampai dengan aplikasi dan berbagai teknologi pendukung, seperti AI, machine learning, biometric, open API, dan lain-lain,” tuturnya.
Lebih lanjut Sasmaya mengatakan bisnis
model bank digital juga sangat berbeda. Dari sisi funding, bank digital berusaha mengakusisi user/nasabah sebanyak dan secepat mungkin, karena segmen yang menjadi target market bank digital adalah masyarakat menengah bawah (kebanyakan unserved dan underserved), dimana dana/uang yang mereka simpan di bank tidak besar. Untuk itu, faktor jumlah user/nasabah menjadi krusial.
Tantangannya, bank digital adalah harus menawarkan produk dan fitur-fitur yang menarik, seperti bunga yang tinggi, pembebasan biaya transfer, biaya adminstrasi, dll. untuk menarik segmen masyarakat ini mau menyimpan uangnya di bank. Hal ini seringkali dianggap sebagai tindakan pemborosan atau yang sering distilahkan bakar uang.
“Selain fitur yang menarik, design teknologi aplikasi bank digital juga harus memungkinkan semua orang bisa mengakses bank digital, bahkan mereka yang memiliki smart phone sederhana dan kodisi jaringan internet terbatas sekalipun. Jadi sekali lagi, aplikasinya harus simple dan ringan. Ini tantangan terbesar bagi bank digital, karena akan membatasi sebuah bank digital memasukkan terlalu banyak produk dan fitur dalam sebuah aplikasi,” demikian Sasmaya. (HAN)
Mengungkap rencana besar bisnis DCITS di Indonesia - digitalbank.id