digitalbank.id – Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, dalam melakukan transformasi digital, industri perbankan harus bisa menjaga keamanan sistem elektroniknya dari serangan siber.
Menurut dia, risiko yang ditimbulkan oleh ancaman siber dan insiden siber berpotensi meningkat seiring dengan pemanfaatan Teknologi Informasi (TI) pada skala yang lebih besar.
“Industri perbankan perlu memiliki kemampuan dalam mendeteksi dan memulihkan keadaan pasca terjadinya insiden siber,” katanya di Jakarta awal pekan ini.
Menurut dia, pihaknya akan terus memperkuat pengaturan yang mendukung akselerasi transformasi digital dan ketahanan teknologi informasi perbankan.
Dalam rangka mendukung percepatan transformasi digital pada industri perbankan, OJK akan mengeluarkan kebijakan terkait pelaksanaan ketahanan dan keamanan siber bagi bank umum.
Sebelumnya OJK menerbitkan Peraturan OJK (POJK) tentang Bank Umum yang mengakomodir bank digital dan POJK tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum yang memberikan ruang inovasi bagi produk dan layanan digital.
Pada tahun 2022, otoritas kembali menerbitkan POJK Nomor 11/POJK.03/2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum (PTIB). Ini merupakan penyempurnaan pengaturan dari kebijakan sebelumnya.
“Peraturan itu mencakup aspek data, teknologi, manajemen risiko, kolaborasi, dan tatanan institusi pada Bank Umum dalam rangka meningkatkan ketahanan dan kematangan operasional bagi bank umum,” katanya.
Sebelumnya, Check Point Software Technologies Ltd meminta perusahaan Indonesia meningkatkan keamanan siber mereka di tengah ratifikasi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang disahkan tahun lalu.
“Meningkatnya tingkat serangan siber di Indonesia dan pelanggaran keamanan besar membuktikan, ancaman keamanan siber semakin canggih dan sulit dideteksi,” kata Deon Oswari, Country Manager, Indonesia, Check Point Software Technologies dalam keterangannya, awal Desember tahun lalu.
Menurut Check Point, di antara negara-negara Asia Tenggara, Indonesia menduduki peringkat teratas risiko pada bulan Oktober 2022 dan menempati peringkat kelima secara global.
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) tqhun 2021 mengumumkan, setidaknya 1,6 miliar serangan siber terjadi di Indonesia. Sedangkan Studi terbaru dari Check Point Software Technologies, serangan siber pada industri keuangan dan perbankan merupakan yang kedua terbanyak di Indonesia.
Jumlah tersebut meningkat dari sebelumnya yang menempati posisi ketiga. Adapun rata-rata, lembaga keuangan di Indonesia, diserang sebanyak 2.730 kali per minggu dalam 6 bulan terakhir. Sebanyak 252% lebih banyak dari rata-rata global yang mengalami 1.083 serangan siber. Secara global, sektor keuangan dan perbankan menempati urutan keenam dalam industri yang paling banyak mengalami serangan siber. (HAN)