Menilik prospek IPO Superbank di tengah tantangan industri perbankan digital yang makin kompetitif

- 23 Januari 2025 - 08:14

Rencana PT Super Bank Indonesia (Superbank), bank digital hasil kolaborasi antara Grab, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK), dan KakaoBank, untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) menjadi sorotan utama di pasar modal Indonesia. Dengan target penggalangan dana IPO sebesar US$200–US$300 juta atau sekitar Rp3,25 triliun-Rp4,88 triliun, Superbank berambisi mencapai valuasi hingga US$2 miliar. Langkah ini menjadi tonggak baru dalam geliat bank digital di Indonesia yang mulai memasuki era akselerasi digitalisasi keuangan.


Poin utama:

  1. Superbank menghadapi persaingan ketat dari pemain besar seperti Jago, SeaBank, dan Bank Digital BCA, di tengah kondisi pasar yang jenuh dan biaya akuisisi pelanggan yang tinggi.
  2. Strategi Superbank untuk menyasar UMKM memberikan peluang besar dengan potensi pasar yang belum terlayani, tetapi juga membawa risiko seperti tingginya tingkat non-performing loan (NPL) di segmen ini.
  3. IPO diharapkan memperkuat modal untuk inovasi teknologi dan ekspansi, namun keberhasilan langkah ini bergantung pada eksekusi strategi yang solid, transparansi kepada investor, dan kemampuan bersaing dengan bank digital yabg sudah mapan atau yang lebih dulu eksis.

Superbank memilih momentum penting untuk IPO, di saat industri perbankan digital tengah menghadapi tekanan dari berbagai sisi: regulasi yang lebih ketat, kompetisi yang sengit, serta tuntutan konsumen yang terus berkembang. Di Indonesia, penetrasi layanan perbankan digital telah meningkat pesat dalam lima tahun terakhir, dengan total transaksi digital mencapai lebih dari Rp60.000 triliun pada 2024, menurut data Bank Indonesia. Namun, dominasi pemain besar seperti Jago, Bank Digital BCA, dan SeaBank menciptakan tantangan bagi pendatang baru.

Dengan pasar yang sangat tight dan margin yang terus tertekan, IPO ini bukan hanya soal penggalangan dana, tetapi juga ujian model bisnis Superbank di tengah disrupsi teknologi dan perubahan perilaku konsumen.

Ada beberapa hal yang membuat rencana IPO Superbank ini menarik untuk diamati. Pertama, soal momentum pasar saham bank digital. Pasar bank digital Indonesia menunjukkan perkembangan signifikan sejak 2022. Contoh sukses seperti Bank Jago (ARTO) dan Allo Bank (BBHI) membuktikan bahwa pelaku pasar memiliki minat besar terhadap sektor ini. Transformasi Bank Fama menjadi Superbank, dengan dukungan ekosistem Grab dan KakaoBank, memberikan keunggulan kompetitif dalam mengakses basis pengguna yang luas.

Kedua, Superbank punya ekosistem digital yang solid. Keberadaan Grab sebagai salah satu pemegang saham mayoritas memberikan nilai tambah strategis. Grab tidak hanya menyediakan layanan transportasi, tetapi juga menjadi platform fintech yang dapat meningkatkan akuisisi pelanggan. KakaoBank, yang sukses di Korea Selatan, juga berpotensi memberikan transfer pengetahuan dalam mengelola bank digital.

Ketiga, pertumbuhan Aset dan Kredit yang Pesat
Meskipun membukukan rugi bersih Rp285,74 miliar hingga kuartal III/2024, total aset Superbank tumbuh 77% YoY menjadi Rp9,7 triliun. Dana pihak ketiga (DPK) melonjak 328% YoY menjadi Rp3,2 triliun, sementara kredit tumbuh 189% YoY menjadi Rp4,9 triliun. Tren ini menunjukkan potensi pertumbuhan di tengah investasi jangka panjang.

Namun, bukan berarti rencana IPO ini nihil tantangan. Profitabilitas Superbank yang masih negatif menjadi salah satu tantangan yang tentu akan dipertimbangkan calon investor saham. Kerugian Superbank yang mencapai Rp285,74 miliar menjadi catatan penting. Meski aset dan DPK tumbuh, bank digital membutuhkan waktu untuk mencapai skala ekonomis. Hal ini menuntut strategi monetisasi yang lebih agresif dari Superbank untuk mengurangi kerugian.

Regulasi ketat di sektor perbankan juga perlu menjadi perhatian. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan regulasi ketat terkait keamanan data dan tata kelola perusahaan.

Dan yang terakhir adalah soal kompetisi. Pasar bank digital di Indonesia semakin ramai dengan kehadiran pemain besar seperti Jago, SeaBank, dan Allo Bank. Untuk bersaing, Superbank harus menawarkan layanan unik yang mampu menarik dan mempertahankan serta meningkatkan jumlah nasabah.

Segmen UMKM dan strategi sukses

Superbank memiliki potensi dengan strategi uniknya: fokus pada segmen UMKM yang selama ini kurang terlayani oleh bank besar. Segmen ini, meskipun berisiko, menawarkan peluang besar. Berdasarkan laporan McKinsey, hanya 30% UMKM di Asia Tenggara yang memiliki akses ke pendanaan formal, menciptakan gap kredit hingga US$200 miliar. Jika Superbank mampu memanfaatkan peluang ini dengan pendekatan inovatif, mereka dapat menemukan ceruk pasar yang menjanjikan.

Namun, ada risiko signifikan yang perlu diperhitungkan secara masak, yakni soal NPL. Tingkat non-performing loan (NPL) untuk segmen UMKM cenderung lebih tinggi dibandingkan segmen konsumen umum. Dalam laporan keuangan bank digital lainnya, seperti Bank Neo Commerce dan Allo Bank, segmen ini sering menjadi sumber tekanan terhadap margin.

Lantas, di tengah potensi dan tantangan yang ada, apa yang mesti dilakukan Superbank agar IPO ini bisa berjalan mulus dan mefaih sukses?

Pertama, Superbank mesti memaksimalkan integrasi dengan Grab untuk menarik lebih banyak pengguna. Contohnya adalah penawaran produk finansial seperti pinjaman mikro untuk mitra pengemudi atau cashback khusus bagi pengguna GrabPay.

Kedua, meningkatkan kolaborasi dengan KakaoBank. KakaoBank dikenal dengan inovasi seperti fitur pinjaman berbasis AI dan layanan tanpa cabang. Superbank dapat mengadopsi teknologi ini untuk memperluas pangsa pasar dengan biaya operasional yang lebih rendah.

Ketiga, fokus pada inklusi keuangan. Dengan fokus pada segmen underserved, seperti UMKM dan masyarakat rural, Superbank dapat menjadi katalis inklusi keuangan. Program pembiayaan mikro atau produk tabungan dengan bunga kompetitif dapat menjadi daya tarik utama.

Keempat, pengembangan teknologi berbasis AI. Adopsi teknologi hyperautomation, termasuk kecerdasan buatan (AI) dan pembelajaran mesin, dapat meningkatkan efisiensi operasional dan pengalaman pelanggan. Contoh penerapannya meliputi chatbot untuk layanan pelanggan 24/7 dan analitik risiko untuk evaluasi kredit.

    IPO Superbank memiliki potensi cerah asalkan mampu menawarkan ekosistem digital yang menarik. Ekosistem Grab dan KakaoBank menjadi nilai tambah, namun tantangan profitabilitas dan persaingan tetap perlu diatasi.

    Dari perspektif valuasi, target US$1,5 miliar–US$2 miliar cukup ambisius mengingat kondisi kerugian Superbank saat ini. Namun, rencana IPO Superbank menjadi angin segar bagi sektor bank digital Indonesia yang tengah berkembang. Dengan dukungan ekosistem digital dari Grab dan KakaoBank, potensi pertumbuhan sangat menjanjikan.

    Superbank harus memastikan bahwa IPO bukan sekadar ajang penghimpunan dana, tetapi juga langkah strategis untuk memperkuat fondasi bisnis di masa depan. Dengan strategi yang tepat, Superbank tentu berpeluang menjadi pemain utama dalam revolusi perbankan digital di Indonesia. ■

    Disclaimer: Artikel ini tidak dimaksudkan sebagai rekomendasi investasi dari digitalbank.id. Keputusan investasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab investor.

    Comments are closed.