Deloitte: “IPO di bursa saham Asia Tenggara anjlok drastis, perusahaan AI jadi harapan”

- 8 Juli 2024 - 17:05

Deloitte dalam laporan terbarunya mengungkapkan penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) di bursa saham Asia Tenggara menurun signifikan dalam enam bulan pertama tahun 2024. Kapitalisasi pasar anjlok 71% menjadi US$5,8 miliar.

Seperti dilaporkan CNBC, bursa saham Asia Tenggara hanya mencatatkan 67 IPO pada semester pertama. Jumlah tersebut turun 21,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Perolehan dana dari hasil IPO ini pun turun 53,3% dibanding tahun lalu menjadi US$1,4 miliar.

Tahun lalu Deloitte mengungkapkan bahwa IPO di Asia Tenggara menunjukkan tanda-tanda yang menjanjikan, meskipun terjadi perlambatan IPO global pada semester I-2023, menurut laporan baru Deloitte. Indonesia naik daun, setelah menyumbang listing terbanyak di kawasan.

Periode Januari-Juni 2023 pasar Asia Tenggara menyaksikan 85 IPO mengumpulkan dana US$3,3 miliar, dibandingkan dengan 73 IPO pada periode yang sama tahun lalu yang mengumpulkan US$3,1 miliar. Itu adalah peningkatan 16% dalam jumlah IPO dan peningkatan pendapatan 5% untuk semester I-2023.


“Prospek pertumbuhan positif Asia Tenggara menjadikan kawasan ini favorit investor sebab terus ada masuknya investasi asing langsung karena kawasan itu dibuka kembali, pemulihan industri pariwisata, dan permintaan domestik yang melonjak,” tulis Deloitte tahun lalu.

Namun hal itu berbanding terbalik saat ini.Penggalangan dana IPO, khususnya di Indonesia, anjlok dengan penurunan paling menonjol di antara semua negara Asia Tenggara.

“Indonesia, yang menduduki puncak daftar IPO [Asia Tenggara] 2023, mengalami penurunan signifikan pada paruh pertama tahun 2024. Investor dan emiten calon IPO mengambil pendekatan wait-and-see mengingat pemilihan presiden pada Februari 2024 dan mengantisipasi kebijakan ekonomi baru,” ujar analis Deloitte.

Kapitalisasi pasar IPO Indonesia anjlok 92,2% menjadi US$1,22 miliar dari Januari hingga Juni. Sementara itu, hasil IPO yang diperoleh turun 89,1% menjadi US$248 juta dibandingkan tahun lalu. Jumlah pencatatan saham baru di Indonesia dalam enam bulan pertama tahun ini turun menjadi 25 dari 44 pada periode yang sama tahun lalu, atau turun 43,2%.

Menurut Deloitte, tidak ada IPO yang sangat sukses sejak Januari hingga Juni tahun ini, dengan hanya satu IPO besar berkapitalisasi pasar lebih dari US$1 miliar dan mengumpulkan dana lebih dari US$200 juta. Pada periode yang sama tahun lalu, ada tiga IPO besar yang masing-masing mengumpulkan lebih dari US$600 juta.

Data Deloitte menunjukan, tren penurunan ini merupakan kelanjutan dari paruh kedua tahun 2022.Tren penurunan tersebut menandakan “sentimen pasar IPO yang tenang di mana investor dan kandidat IPO terus menavigasi faktor-faktor ekonomi makro,” tulis Deloitte.

Namun, laporan tersebut menunjukkan bahwa secara historis, pada paruh kedua, “selalu menjadi paruh yang berkinerja lebih baik antara tahun 2020 hingga 2022,” imbuh Deloitte. “Meskipun prospek pertumbuhan positif dan terjadi peningkatan investasi asing langsung di Asia Tenggara, ketidakstabilan geopolitik yang berkepanjangan dan lingkungan suku bunga yang tinggi telah menjadi faktor signifikan yang memengaruhi kondisi pasar dan sentimen investor di Asia Tenggara,” kata Tay Hwee Ling, accounting and reporting assurance leader Asia Tenggara, Deloitte.

Analis Deloitte memperingatkan, suku bunga tinggi mungkin akan bertahan pada tahun 2024 karena pemerintah disibukkan dengan upaya mengatasi masalah inflasi.
Dengan latar belakang tersebut, investor akan terarah pada “profitabilitas yang telah terbukti dan arus kas yang berkelanjutan” alih-alih tertarik pada berbagai pertumbuhan model bisnis yang diadopsi banyak perusahaan dari tahun 2020 hingga 2022.

“Meskipun pasar IPO Asia Tenggara mungkin tampak lesu pada tahun 2024, ada optimisme yang hati-hati bahwa kondisi akan membaik setelah tahun 2024,” kata Tay.

Tay berpendapat, ada antisipasi suku bunga yang lebih rendah di masa mendatang yang dapat mendorong kembalinya pencatatan REIT [dana investasi real estat], sementara IPO terkait kecerdasan buatan dapat memasuki pasar dalam waktu dekat karena banyak perusahaan AI masih dalam tahap awal.

“Kami mengantisipasi gelombang besar IPO AI yang memasuki pasar modal dalam beberapa tahun mendatang, membawa inovasi dan peluang baru ke pasar,” kata Tay. ■

Comments are closed.