
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) semakin memperketat aturan pelaporan keuangan bank dengan menerapkan Internal Control over Financial Reporting (ICoFR). Langkah ini bertujuan mencegah praktik window dressing yang kerap terjadi menjelang akhir tahun. Dengan menguatkan transparansi dan tata kelola, OJK berharap sistem keuangan lebih stabil dan meningkatkan kepercayaan pemangku kepentingan.
Fokus utama:
- POJK No. 15/2024 menjadi langkah konkret OJK dalam meningkatkan integritas laporan keuangan melalui sistem pengendalian internal berbasis ICoFR.
- OJK menutup celah bagi bank yang ingin mempercantik laporan keuangan secara tidak wajar menjelang tutup tahun.
- OJK bekerja sama dengan kementerian, lembaga, dan asosiasi profesi untuk memastikan sistem keuangan tetap stabil.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) semakin serius dalam menjaga integritas laporan keuangan sektor perbankan dengan menerapkan sistem pengendalian internal ketat. Melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 15 Tahun 2024 tentang Integritas Pelaporan Keuangan Bank, OJK memastikan tidak ada celah bagi praktik manipulasi, seperti window dressing, yang dapat menyesatkan investor dan masyarakat.
Ketua Dewan Audit OJK, Sophia Wattimena, menegaskan bahwa penerapan Internal Control over Financial Reporting (ICoFR) menjadi bagian dari strategi utama untuk memperkuat tata kelola dan pengendalian internal dalam pelaporan keuangan bank. “ICoFR bertujuan mencegah dan mendeteksi risiko salah saji laporan keuangan melalui identifikasi risiko pada proses bisnis transaksi suatu entitas,” ujar Sophia dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (4/3).
Langkah ini sejalan dengan standar internasional yang juga diterapkan di berbagai negara maju, seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa, guna meningkatkan transparansi serta kredibilitas industri perbankan.
ICoFR yang diterapkan dalam aturan baru ini berfungsi sebagai mekanisme deteksi dini atas kemungkinan adanya laporan keuangan yang dimanipulasi. Menurut laporan World Bank, sistem ini terbukti efektif dalam mencegah praktik pelaporan keuangan yang tidak akurat di berbagai negara.
Di Indonesia, praktik window dressing kerap menjadi sorotan karena dapat memberikan gambaran keuangan yang tidak mencerminkan kondisi sesungguhnya. Beberapa kasus di masa lalu menunjukkan bagaimana laporan keuangan yang dimanipulasi bisa berdampak besar pada stabilitas pasar modal dan kepercayaan investor.
“OJK tidak hanya fokus pada sektor perbankan, tetapi juga tengah menyusun peta jalan implementasi ICoFR dalam penyusunan laporan keuangan internalnya. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan pemangku kepentingan di seluruh sektor jasa keuangan,” tambah Sophia.
Dalam menjalankan regulasi ini, OJK menggandeng berbagai pemangku kepentingan, termasuk kementerian, lembaga, dan asosiasi profesi yang bergerak di bidang governance, risk, and compliance (GRC). Langkah ini bertujuan untuk memperkuat ekosistem pengawasan keuangan yang lebih transparan dan akuntabel.
Kolaborasi ini menjadi krusial mengingat kompleksitas sistem keuangan dan perbankan di Indonesia yang semakin berkembang, terutama dengan adopsi teknologi digital yang makin masif.
“Ke depan, kita ingin memastikan bahwa seluruh sektor jasa keuangan memiliki standar pelaporan keuangan yang lebih baik dan bisa dipercaya, sehingga stabilitas sistem keuangan tetap terjaga,” tutup Sophia. ■