
Pemerintah tengah menyusun aturan pelaksanaan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) guna mempercepat digitalisasi sektor keuangan. Regulasi ini akan menjadi landasan hukum bagi inovasi teknologi keuangan, seperti sistem pemeringkatan kredit inovatif dan agregasi informasi produk keuangan. Dengan aturan yang lebih jelas, industri keuangan digital diharapkan dapat berkembang lebih sehat, terukur, dan mendukung target Indonesia Emas 2045.
Fokus utama:
- Pemerintah menekankan pentingnya inovasi teknologi di sektor keuangan, seperti digital credit scoring dan agregasi data keuangan, yang memerlukan pengawasan serta regulasi lebih ketat agar dapat berkembang secara sehat.
- Peraturan pelaksanaan UU P2SK bertujuan menciptakan ekosistem keuangan digital yang stabil dan berkelanjutan, sehingga dapat berkontribusi optimal terhadap perekonomian nasional.
- Pemerintah melihat digitalisasi sektor keuangan sebagai elemen strategis untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045, dengan mendorong inovasi dan meningkatkan inklusi keuangan.
Pemerintah mempercepat penyusunan aturan pelaksanaan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) untuk mendukung percepatan digitalisasi sektor keuangan. Regulasi ini akan menjadi fondasi hukum bagi perkembangan inovasi teknologi keuangan (ITSK) di Indonesia, mulai dari sistem pemeringkatan kredit digital hingga agregasi data keuangan.
Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan dan Pasar Modal, Arief Wibisono, menegaskan bahwa digitalisasi sektor keuangan semakin pesat dan menuntut regulasi yang lebih jelas serta terstruktur.
“Kita semua sadar, berkembangnya digitalisasi mendorong munculnya berbagai inovasi teknologi sektor keuangan, atau yang dalam UU P2SK disebut sebagai Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK),” ujar Arief dalam Digital Economic Forum di Jakarta, Selasa (25/2).
Pemerintah melihat digitalisasi sebagai peluang sekaligus tantangan. Inovasi seperti sistem digital credit scoring memungkinkan akses kredit yang lebih inklusif, sementara penyedia agregasi informasi keuangan membantu nasabah membandingkan produk finansial dengan lebih mudah. Namun, tanpa regulasi yang tepat, perkembangan ini berisiko menimbulkan ketidakpastian hukum dan ancaman terhadap stabilitas sistem keuangan.
“Inovasi yang berkembang membutuhkan pengaturan dan pengawasan yang lebih baik. Aspek inilah yang menjadi perhatian utama dalam UU P2SK, termasuk penguatan regulasi bagi ITSK dan aset keuangan digital,” lanjut Arief.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) telah memperkenalkan berbagai kebijakan untuk mendukung digitalisasi, seperti regulatory sandbox bagi fintech serta aturan main untuk aset kripto dan perbankan digital. Namun, dengan UU P2SK, pemerintah ingin memastikan bahwa regulasi yang ada lebih menyeluruh dan selaras dengan perkembangan global.
Pemerintah berupaya memastikan bahwa inovasi keuangan digital tidak hanya berkembang pesat, tetapi juga memiliki daya tahan terhadap risiko yang ada. Dengan aturan yang lebih jelas, pemerintah berharap sektor keuangan digital dapat tumbuh lebih sehat dan berkontribusi signifikan terhadap target ekonomi nasional, termasuk dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.
“Landasan hukum yang jelas sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan industri keuangan digital secara lebih prudent dan berkelanjutan,” tegas Arief.
Selain itu, regulasi yang matang akan membantu industri keuangan dalam meningkatkan perlindungan konsumen, memitigasi risiko sistemik, dan menciptakan ekosistem keuangan digital yang lebih inklusif.
Dengan berbagai upaya ini, Indonesia diharapkan dapat menjadi salah satu negara dengan sistem keuangan digital paling maju di kawasan Asia Tenggara, serta menarik lebih banyak investasi di sektor teknologi keuangan. ■