
Di tengah meningkatnya penggunaan kendaraan listrik di Indonesia, regulasi khusus terkait asuransi kendaraan listrik masih belum tersedia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan belum ada rencana menerbitkan aturan spesifik dalam waktu dekat. Hal ini menimbulkan ketidakpastian bagi industri asuransi dan pemilik kendaraan listrik, terutama terkait perlindungan baterai dan biaya perbaikan yang lebih tinggi dibanding kendaraan konvensional.
Poin utama:
- OJK belum berencana menerbitkan aturan khusus terkait asuransi kendaraan listrik karena regulasi yang ada dinilai masih relevan.
- Premi kendaraan listrik masih mengacu pada Surat Edaran OJK (SEOJK) 06/2017, yang tidak membedakan antara kendaraan listrik dan konvensional.
- Industri asuransi menantikan regulasi baru untuk menyesuaikan tarif premi berdasarkan risiko spesifik kendaraan listrik, terutama terkait perlindungan baterai dan biaya perbaikan.
Seiring meningkatnya penggunaan kendaraan listrik di Indonesia, muncul tantangan baru dalam dunia asuransi. Meski kendaraan listrik memiliki karakteristik dan risiko yang berbeda dari kendaraan berbahan bakar fosil, hingga saat ini belum ada regulasi khusus yang mengatur asuransinya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagai regulator industri keuangan di Indonesia, menegaskan bahwa mereka belum memiliki rencana untuk menerbitkan aturan spesifik terkait asuransi kendaraan listrik dalam waktu dekat.
“Belum diperlukan aturan khusus mengenai asuransi kendaraan listrik,” ujar Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (3/2).
Pernyataan ini menegaskan bahwa regulasi yang ada saat ini—terutama SEOJK 06/2017—masih dianggap cukup untuk mengakomodasi perlindungan asuransi bagi kendaraan listrik. Padahal, banyak pihak menilai bahwa kendaraan listrik memiliki risiko unik yang memerlukan pendekatan berbeda dalam penetapan premi dan perlindungan polis.
Salah satu tantangan utama dalam asuransi kendaraan listrik adalah biaya perbaikan yang jauh lebih tinggi dibanding kendaraan konvensional. Laporan dari Allianz Global Insurance menyebutkan bahwa rata-rata biaya perbaikan kendaraan listrik bisa mencapai 50%-100% lebih mahal dibandingkan kendaraan berbahan bakar bensin atau diesel.
Baterai, sebagai komponen utama kendaraan listrik, menjadi faktor risiko terbesar. Kerusakan baterai dapat menelan biaya hingga US$10.000 – US$20.000, tergantung pada merek dan kapasitasnya. Selain itu, beberapa bengkel di Indonesia masih belum memiliki keahlian dan peralatan yang memadai untuk menangani kendaraan listrik, sehingga meningkatkan biaya perbaikan.
Namun, hingga kini, tarif premi asuransi kendaraan listrik masih disamakan dengan kendaraan konvensional. Hal ini diatur dalam SEOJK 06/2017, yang belum membedakan tarif premi antara kendaraan listrik dan kendaraan berbahan bakar fosil.
Situasi ini membuat industri asuransi harus menanggung risiko besar tanpa kepastian aturan yang jelas. Beberapa perusahaan asuransi mulai menawarkan produk khusus kendaraan listrik, tetapi tanpa regulasi yang pasti, mereka harus menentukan premi berdasarkan analisis internal mereka sendiri.
Meskipun OJK belum berencana menerbitkan regulasi khusus, industri asuransi dan pemilik kendaraan listrik berharap adanya kejelasan aturan dalam waktu dekat.
Sebelumnya, OJK sempat menyatakan bahwa regulasi baru mengenai tarif premi kendaraan bermotor, termasuk kendaraan listrik, sudah masuk dalam program legislatif OJK untuk diterbitkan pada 2025. Dalam rencana tersebut, tarif premi kendaraan listrik akan dibuat berbeda, mempertimbangkan karakteristik risiko uniknya.
“Hal itu juga akan mencakup tarif untuk kendaraan listrik yang diatur berbeda, dengan mempertimbangkan kekhususan risiko yang ada pada kendaraan listrik,” ujar Ogi dalam pernyataan tertulisnya pada Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK, Rabu (22/1).
Beberapa negara lain telah lebih maju dalam mengatur asuransi kendaraan listrik. Di Eropa dan Amerika Serikat, perusahaan asuransi besar seperti AXA dan Geico telah menerapkan premi berbasis data penggunaan kendaraan, kondisi baterai, dan sistem keselamatan kendaraan listrik. Model ini memungkinkan premi yang lebih akurat sesuai dengan tingkat risiko aktual kendaraan listrik. ■