
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengeluarkan regulasi baru tentang skema Coordination of Benefit (CoB), yang memungkinkan klaim asuransi kesehatan bisa ditanggung bersama oleh BPJS Kesehatan dan asuransi swasta. Kebijakan ini bertujuan memberikan perlindungan kesehatan lebih menyeluruh bagi masyarakat, meski tantangan teknis masih menghambat optimalisasi implementasinya.
Poin utama:
- OJK akan menerbitkan aturan baru untuk memfasilitasi kerja sama antara BPJS Kesehatan dan asuransi swasta melalui skema Coordination of Benefit.
- Hambatan utama implementasi CoB meliputi ketidakjelasan regulasi teknis, perbedaan skema penjaminan, dan standar tarif rumah sakit.
- Regulasi baru diharapkan menciptakan sinergi yang menguntungkan semua pihak, memberikan perlindungan kesehatan yang lebih menyeluruh bagi masyarakat.
Dalam langkah besar untuk memperkuat layanan kesehatan nasional, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menerbitkan aturan yang mengatur skema Coordination of Benefit (CoB) antara BPJS Kesehatan dan asuransi swasta. Kebijakan ini menjanjikan sinergi baru yang memungkinkan klaim kesehatan ditanggung bersama, memberikan manfaat lebih luas bagi masyarakat. Namun, tantangan regulasi dan teknis masih menjadi pekerjaan rumah besar.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersiap meluncurkan aturan baru yang akan membawa perubahan signifikan pada koordinasi klaim kesehatan antara BPJS Kesehatan dan asuransi swasta. Aturan ini mencakup skema Coordination of Benefit (CoB), sebuah mekanisme yang memungkinkan klaim kesehatan atas satu kejadian dapat ditanggung bersama oleh dua penyedia jaminan.
Skema CoB bertujuan memberikan perlindungan yang lebih holistik bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dalam mekanisme ini, BPJS Kesehatan tetap menjadi penanggung utama sesuai batasan manfaat yang ditentukan. Jika ada kekurangan biaya, asuransi swasta akan melengkapi sisanya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menyampaikan bahwa rancangan aturan ini direncanakan terbit pada semester pertama 2025, yakni antara kuartal I dan II. OJK akan melibatkan masukan dari masyarakat dan pelaku industri untuk memastikan aturan tersebut efektif.
“Beberapa poin utama yang akan diatur meliputi kriteria perusahaan asuransi yang dapat memasarkan produk kesehatan, pengelolaan risiko, serta fitur CoB dengan BPJS,” kata Ogi. Selain itu, aturan ini juga akan mencakup pembentukan Medical Advisory Board dan pengaturan perjanjian kerja sama antar pihak.
Meski skema ini menjanjikan manfaat besar, kenyataannya kerja sama antara BPJS Kesehatan dan asuransi swasta masih jauh dari optimal. Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Abdul Kadir, mengungkapkan ada empat hambatan utama dalam implementasi CoB:
- Ketidakjelasan Regulasi Teknis: Belum ada pedoman yang jelas mengenai pelaksanaan Koordinasi Antar Penyelenggara Jaminan (KAPJ).
- Tidak Adanya Skema Pembagian Biaya: Perlu ada pola pembagian biaya (cost sharing) yang adil antara BPJS dan asuransi swasta.
- Perbedaan Skema Penjaminan: BPJS menggunakan skema managed care, sementara asuransi swasta mayoritas menggunakan skema indemnity.
- Standar Tarif yang Belum Seragam: Perbedaan tarif di rumah sakit sering kali memicu potensi fraud.
“Kami mendorong Kementerian Kesehatan untuk menetapkan standar tarif maksimum agar kerja sama ini berjalan lebih transparan dan adil,” tegas Abdul.
Manfaat bagi peserta dan industri
Dalam skema CoB, peserta dapat mengakses layanan kesehatan dasar melalui BPJS Kesehatan, sementara asuransi swasta bisa dimanfaatkan untuk layanan lanjutan seperti poliklinik eksekutif atau perawatan kelas premium. Hal ini diharapkan mampu menjembatani kebutuhan masyarakat atas layanan kesehatan yang lebih berkualitas tanpa membebani salah satu pihak.
Ali Ghufron Mukti, Direktur Utama BPJS Kesehatan, menekankan bahwa sinergi ini harus memberikan manfaat bagi semua pihak. “Harapan kami, semua pihak memiliki persepsi yang sama, sehingga kerja sama ini menjadi solusi optimal,” ujarnya dalam sebuah forum industri asuransi.
Tata kelola asuransi
Untuk memastikan aturan ini berjalan dengan baik, OJK akan memperketat pengawasan terhadap tata kelola perusahaan asuransi. Ogi menjelaskan, proses underwriting yang lebih ketat diperlukan untuk mencegah risiko fraud dan memberikan perlindungan yang adil bagi nasabah.
“OJK mendorong penerapan prinsip utmost good faith dalam proses seleksi risiko sehingga setiap nasabah diperlakukan secara adil,” kata Ogi. ■