OJK keluarkan pemeringkat kredit alternatif, solusi inklusif bagi UMKM dan unbanked

- 24 Januari 2025 - 04:09

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan Peraturan OJK Nomor 29 Tahun 2024 yang mengatur Pemeringkat Kredit Alternatif (PKA) atau Innovative Credit Scoring (ICS). Langkah ini bertujuan mendukung inklusi keuangan bagi pelaku UMKM dan masyarakat unbanked dengan memanfaatkan data alternatif seperti telekomunikasi, utilitas, dan e-commerce. Regulasi ini diharapkan mendorong inovasi di sektor keuangan digital sekaligus menjaga perlindungan data konsumen.


Poin Utama:

  1. Pemeringkat Kredit Alternatif (PKA) adalah inovasi berbasis data untuk membantu UMKM dan masyarakat unbanked mendapatkan akses pembiayaan.
  2. Peran OJK: Menjaga keseimbangan antara mendorong inovasi dan melindungi konsumen melalui regulasi ketat.
  3. PKA diharapkan menjadi game changer bagi 64 juta UMKM di Indonesia yang selama ini kesulitan mengakses pembiayaan formal.

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali menunjukkan komitmennya terhadap inklusi keuangan dengan menerbitkan Peraturan OJK Nomor 29 Tahun 2024. Regulasi ini memperkenalkan Pemeringkat Kredit Alternatif (PKA), sebuah pendekatan inovatif berbasis data untuk membantu masyarakat unbanked dan pelaku UMKM mendapatkan akses pembiayaan.

OJK resmi mengesahkan Peraturan OJK Nomor 29 Tahun 2024 (POJK 29/2024) tentang Pemeringkat Kredit Alternatif (PKA) pada 21 Januari 2025. Kebijakan ini menjadi langkah strategis untuk mendukung perkembangan model bisnis Innovative Credit Scoring (ICS), yang bertujuan menjangkau masyarakat dengan keterbatasan riwayat kredit, khususnya pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Dengan memanfaatkan data alternatif, seperti aktivitas telekomunikasi, utilitas rumah tangga, hingga riwayat transaksi e-commerce, PKA menawarkan solusi inklusif bagi masyarakat unbanked dan underbanked. Langkah ini dinilai sangat relevan di tengah kondisi ekonomi yang semakin bergantung pada transformasi digital.

UMKM jadi fokus utama

Keberadaan PKA diharapkan membawa angin segar bagi UMKM, yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, UMKM menyumbang lebih dari 60% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, namun masih banyak di antaranya yang sulit mendapatkan akses pembiayaan formal.

“Dengan solusi teknologi seperti PKA, UMKM kini dapat dinilai kelayakan kreditnya secara lebih objektif, bahkan jika mereka belum memiliki riwayat kredit,” jelas Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi.

Meski mendorong inovasi, OJK tetap mengedepankan keamanan data dan perlindungan konsumen. Dalam POJK 29/2024, diatur secara rinci tata kelola, pengawasan, hingga mekanisme penghentian kegiatan PKA yang melanggar peraturan.

Selain itu, penerapan PKA juga sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Regulasi ini menggarisbawahi pentingnya pengawasan dalam sektor teknologi keuangan, termasuk aset digital seperti cryptocurrency.

Untuk memastikan implementasi yang baik, OJK telah mengadakan sosialisasi dengan berbagai pihak, termasuk Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), dan Penyelenggara Innovative Credit Scoring yang telah terdaftar. Sosialisasi ini menekankan pentingnya kolaborasi antara regulator, pelaku industri, dan masyarakat dalam mendorong inklusi keuangan yang lebih luas.

Tantangan PKA

Meski menjanjikan, penerapan PKA menghadapi tantangan, terutama terkait edukasi masyarakat dan pelaku usaha tentang manfaat serta cara kerja model ini. Untuk itu, OJK menargetkan peningkatan literasi digital sebagai salah satu prioritas di tahun 2025.

“Regulasi ini bukan hanya tentang inovasi, tetapi juga bagaimana menciptakan ekosistem keuangan yang inklusif dan berkeadilan,” tegas Ismail. ■

Comments are closed.