Dukung ‘Program 3 Juta Rumah’, OJK dorong perbankan perluas pembiayaan perumahan bagi MBR

- 14 Januari 2025 - 15:24

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali menegaskan komitmennya untuk memperluas akses kepemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Melalui kebijakan strategis, regulator mendorong perbankan agar lebih aktif dalam pembiayaan sektor ini, sejalan dengan target ambisius pemerintah untuk menyediakan 3 juta rumah layak huni.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyatakan bahwa langkah ini tak hanya memberi harapan kepada masyarakat luas untuk memiliki hunian, tetapi juga menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya di sektor perumahan dan konstruksi.

“Kami telah menyampaikan surat kepada perbankan dan lembaga jasa keuangan lainnya untuk mendukung perluasan pembiayaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah,” ujarnya dalam konferensi pers daring, Selasa (14/1).

Langkah ini merupakan bagian dari upaya regulator dalam memperkuat program 3 juta rumah, yang sebelumnya menjadi salah satu fokus pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Program ini diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 8%, menjadikan sektor konstruksi sebagai salah satu penggerak utama.

Mahendra menjelaskan, perbankan diberikan fleksibilitas untuk merancang kebijakan kredit berdasarkan manajemen risiko masing-masing. “Pendekatan berbasis risiko memungkinkan bank untuk tetap menjaga stabilitas bisnis, namun tetap mampu melayani segmen masyarakat yang membutuhkan,” tambahnya.

Sementara itu, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait mengungkapkan bahwa perubahan skema pembiayaan juga sedang dirancang untuk mendukung keberlanjutan program. Jika sebelumnya skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) didominasi oleh dana APBN dengan porsi 75%, kini pemerintah mengusulkan porsi lebih seimbang, yaitu 50:50 antara APBN dan perbankan.

“Langkah ini memungkinkan pemerintah menghemat anggaran tanpa mengurangi jumlah kuota rumah yang disalurkan, bahkan meningkatkan target penyaluran hingga lebih dari 300.000 unit per tahun,” jelas Maruarar.

Tak hanya menyentuh aspek sosial, program ini juga memiliki dampak ekonomi yang signifikan. Industri perumahan dan konstruksi diyakini dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor terkait, seperti manufaktur bahan bangunan, logistik, dan jasa konstruksi.

Sebagai gambaran, sektor perumahan menyumbang hingga 14% dari Produk Domestik Bruto (PDB) di beberapa negara maju. Di Indonesia, angka ini masih berkisar di bawah 10%, memberikan ruang besar bagi pertumbuhan. Dengan target pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8%, kontribusi sektor ini menjadi semakin vital.

OJK juga menekankan pentingnya kolaborasi antara sektor swasta dan pemerintah. Dalam konteks ini, peran perbankan sangat krusial untuk memastikan akses pembiayaan tetap tersedia, terutama bagi MBR yang sering terkendala persyaratan kredit yang ketat.

Meski begitu, pelaksanaan program ini tidak tanpa tantangan. Salah satunya adalah memastikan bahwa perbankan memiliki kapasitas likuiditas yang memadai untuk mendukung target ambisius tersebut. Selain itu, pengawasan terhadap pelaksanaan program juga menjadi fokus utama agar penyaluran kredit benar-benar tepat sasaran.

“Kami optimistis dengan kolaborasi yang terbangun, program ini dapat menjadi katalisator bagi perekonomian sekaligus memberikan dampak sosial yang nyata bagi masyarakat,” tutup Mahendra.

Program 3 juta rumah bukan sekadar proyek ambisius. Ini adalah langkah nyata pemerintah dan OJK untuk memastikan bahwa setiap warga negara, tak peduli status sosialnya, memiliki hak atas hunian yang layak. ■

Comments are closed.