digitalbank.id – BISNIS pembiayaan paylater diyakini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki prospek yang cemerlang di masa depan. Meski begitu, Deputi Direktur Departemen Pengembangan Kebijakan Strategis OJK Mulia Simatupang mengatakan bisnis pembiayaan paylater masih memiliki tantangan yang perlu dicermati.
Mulia menyebut salah satu tantangannya, yakni jangan sampai pembiayaan paylater terkait dengan pencucian uang dan pendanaan terorisme. Dia tak memungkiri bahwa kemudahan mengakses paylater dan dalam menyalurkan dana membuat kedua hal tersebut riskan terjadi.
“Hal itu relatif tinggi. Sebab, perusahaan pembiayaan paylater mengutamakan kecepatan dan pertumbuhan dalam penyaluran pembiayaan, tetapi belum disertai dengan proses kredit poin atau screening yang memadai,” kata Mulia di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (15/6).
Selain itu, Mulia menjelaskan rata-rata perusahaan pembiayaan paylater memiliki tingkat laba yang rendah dibanding dengan aset yang dikelola juga menjadi tantangan tersendiri. Dia menyampaikan jika aset itu tidak dikelola dengan benar, berpotensi akan mengganggu bisnis dan berpotensi tidak akan bertahan lama.
“Sebab, ada beban marketing yang merupakan beban kerja sama dengan platform, ada promo cashback, ongkos kirim gratis, dan lainnya, tetapi hal itu masih dapat diatasi,” ungkapnya.
Adapun dari sisi aset perusahaan pembiayaan, paylater terbilang masih rendah dengan mencatat total aset Rp7,4 triliun atau sebesar 1,46% jika dibandingkan total aset perusahaan pembayaran non paylater sebesar Rp504 triliun.
Hasil riset Kredivo & Kata Data Insight Center menyebut, persentase pengguna layanan paylater dalam e-commerce mengalami peningkatan dari 28,2% pada 2022 menjadi 45,9% pada 2023.
Paylater juga mampu mengungguli metode transfer bank. Tercatat, sebanyak 16,2% konsumen memilih paylater sebagai metode pembayaran yang paling sering digunakan di e-commerce, sedangkan hanya 10,2% konsumen yang memilih metode pembayaran transfer bank/virtual account.
Sebanyak 60,9% responden yang telah menggunakan paylater menyebutkan bahwa paylater merupakan kredit pertama yang mereka dapatkan, terutama bagi Socio-Economic Status (SES) C.
Adapun hasil riset juga menunjukkan penggunaan paylater mulai beralih menjadi metode pembayaran kebutuhan harian, di antaranya untuk belanja barang sebanyak 87,1%, tagihan bulanan 51,8%, serta pulsa dan paket internet 48,9%. ■