digitalbank.id – LITERASI keuangan adalah pengetahuan seseorang terkait pengetahuan keuangan dan kemampuan dalam mengelola keuangan. Sedangkan inklusi keuangan merupakan ketersediaan akses terkait produk dan jasa keuangan. Hasil survei nasional tahun 2022 menunjukkan, tingkat literasi dan inklusi keuangan meningkat.
Meski demikian, gap tingkat literasi dan inklusi keuangan masih tinggi. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperlihatkan, tahun 2013 gap tersebut baru mencapai 21,8%.
Meningkat menjadi 38% di 2019 dan menjadi 49,7% di tahun 2022. “Gap yang lebar ini menimbulkan dispute di masyarakat,” terang Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, awal pekan ini.
Pada 1 Januari 2022 hingga 31 Maret 2023 tercatat 9.836 aduan terkait perbankan, 117 terkait pasar modal, 1.600 terkait asuransi, 3.828 terkait pembiayaan dan 3.944 terkait financial technology (fintech).
Salah satu upaya OJK memperkecil potensi dispute, dengan lebih gencar melakukan pengawasan perilaku pasar. Soal ini telah masuk dalam UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Antara lain terkait literasi dan inklusi keuangan, pengawasan perilaku pelaku usaha sektor keuangan, serta penangan pengaduan dan pemberantasan penipuan investasi.
Dengan masuknya poin-poin market conduct dalam UU tersebut, akan lebih melindungi masyarakat. Jika dulu tidak ada ketentuan pidana terkait perlindungan konsumen, sekarang ada denda hingga Rp 1 triliun dan hukuman penjara 10 tahun.
“Kebanyakan pelanggaran market conduct. Jadi kita lakukan pemeriksaan, dan mulai kenakan sanksi kepada pelanggaran market conduct dengan UU P2SK,” tegas Kiki, sapaan Friderica.
Kiki berharap, dengan pengetatan market conduct ini, maka akan mempersempit ruang gerak pinjol ilegal. Serta, meminimalisir terjadinya kasus gagal bayar di industri keuangan. Kiki berharap, kasus seperti Asuransi Jiwasraya, AJB Bumiputera hingga Wanaartha Life tidak terjadi lagi. ■