digitalbank.id – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan terdapat permasalahan pada biaya transfer BI Fast Payment (BI Fast). Sistem pembayaran ritel nontunai yang digagas Bank Indonesia (BI) ini dinilai tidak transparan dan akuntabel. Temuan ini tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) Semester I Tahun 2022 yang diterbitkan oleh BPK RI.
Dalam laporannya, BPK menulis BI telah menetapkan biaya transaksi kredit individual BI FAST melalui Keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia Nomor 23/7/KEP.DpG/2021 tentang Penetapan Biaya Transaksi dalam Penyelenggaraan BI Fast.
Namun, menurut laporan BPK, BI belum memiliki pedoman baku untuk menghitung biaya transfer dana dan belum memiliki peraturan mengenai tata cara pengenaan biaya transfer dana sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang (UU) Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana.
“Akibatnya, biaya transfer BI Fast tidak transparan dan akuntabel,” tulis BPK di IHPS Semester I 2022, dikutip Rabu, (5/10).
Adapun saat ini biaya transfer antarbank menggunakan BI Fast hanya Rp 2.500 per transaksi ke seluruh bank yang terdaftar dalam sistem BI Fast. Besaran biaya transfer tersebut lebih murah dibandingkan biaya transfer antarbank pada umumnya yakni Rp 6.500 per transaksi.
Dengan adanya temuan tersebut, BPK memberikan rekomendasi kepada Gubernur BI Perry Warjiyo untuk memerintahkan Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) berkoordinasi dengan Kepala Departemen Hukum (DHK) untuk menyusun kebijakan harga sistem pembayaran termasuk transfer dana, sesuai dengan amanat Pasal 68 UU Nomor 3 Tahun 2011.
Bank Indonesia (BI) mencatat total volume transaksi credit transfer menggunakan BI Fast mencapai 224,8 juta selama periode 1 Januari 2022 hingga 24 Agustus 2022. Sejalan dengan itu, tercatat nominal transaksi menggunakan BI Fast pada periode yang sama mencapai Rp810,4 triliun. Bank Indonesia menyatakan akan segera menghubungkan infrastruktur BI Fast dengan sistem Gerbang Pembayaran Nasional atau GPN. Hal tersebut akan meningkatkan integrasi pembayaran digital di ekosistem keuangan Indonesia. (HAN)