
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini mengungkapkan hasil uji ketahanan atau stress test sektor perbankan Indonesia di tengah ketidakpastian global yang disebabkan oleh kebijakan tarif impor Presiden AS Donald Trump. Meskipun tantangan ekonomi semakin besar, termasuk potensi lonjakan inflasi dan risiko terganggunya rantai pasok, sektor perbankan Indonesia masih menunjukkan ketahanan yang kuat, dengan rasio kecukupan modal yang tinggi dan risiko kredit yang terkendali.
Fokus utama:
- Pengaruh kebijakan tarif impor Trump terhadap sektor perbankan Indonesia.
- Kinerja perbankan Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global.
- Hasil positif stress test OJK yang menunjukkan ketahanan sektor perbankan.
Di tengah dinamika ekonomi global yang terimbas kebijakan tarif impor Presiden AS Donald Trump, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan uji ketahanan atau stress test terhadap perbankan Indonesia.
Hasilnya menunjukkan bahwa meskipun sektor perbankan Indonesia menghadapi sejumlah tantangan berat, terutama terkait ketegangan perdagangan global dan fluktuasi ekonomi, mereka tetap berada dalam kondisi stabil dan mampu menyerap berbagai potensi risiko.
Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, menjelaskan bahwa kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Trump dapat memperburuk ketegangan ekonomi dengan mengganggu rantai pasok dan meningkatkan inflasi global.
“Produk utama ekspor Indonesia ke AS seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik berisiko menghadapi tekanan akibat tarif yang lebih tinggi, yang dapat mengakibatkan peningkatan risiko kredit pada beberapa sektor ini,” katanya.
Kebijakan tarif tinggi terhadap negara-negara mitra dagang AS, termasuk Indonesia, telah memunculkan kekhawatiran di berbagai sektor. Salah satunya adalah ancaman terhadap ekspor Indonesia ke AS, yang menyumbang kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. “Sektor-sektor yang terkait dengan ekspor produk seperti tekstil, produk elektronik, serta kelapa sawit bisa terdampak langsung. Ini berpotensi meningkatkan risiko kredit pada sektor-sektor tersebut,” lanjut Dian.
Namun, meskipun tantangan ini muncul, OJK menilai bahwa sektor perbankan Indonesia masih menunjukkan ketahanan yang luar biasa. Hal ini terlihat dari rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) perbankan Indonesia yang tercatat mencapai 26,95% pada Februari 2025, angka yang cukup tinggi untuk menghadapi risiko-risiko yang ada. Dengan CAR yang solid, perbankan Indonesia dapat menyerap risiko-risiko kredit, pasar, dan likuiditas yang meningkat akibat ketegangan ekonomi global.
Dari sisi kinerja, perbankan Indonesia menunjukkan hasil yang stabil meski ada ketidakpastian besar di pasar global. Non-performing loan (NPL) gross tercatat pada angka 2,22% dan NPL net 0,81%, yang menunjukkan bahwa kualitas aset perbankan Indonesia masih terjaga dengan baik. Selain itu, intermediasi perbankan, yang mencakup penyaluran kredit, juga tercatat stabil dengan peningkatan signifikan pada beberapa kategori kredit.
Menurut data OJK, pertumbuhan kredit pada Februari 2025 tercatat mencapai 10,30% YoY. Kredit investasi menjadi kontributor terbesar dengan pertumbuhan 14,62% YoY, diikuti oleh kredit konsumsi yang tumbuh 10,31% YoY, dan kredit modal kerja sebesar 7,66%. Bank-bank milik negara, seperti Bank BUMN, tercatat menjadi pendorong utama dalam pertumbuhan kredit ini, dengan kontribusi sebesar 10,93% YoY.
Namun, sektor UMKM, yang menjadi sektor yang sangat rentan terhadap perubahan ekonomi global, hanya tumbuh sebesar 2,51% YoY. Meskipun demikian, perbankan Indonesia berusaha untuk menjaga keseimbangan antara meningkatkan akses kredit dan memastikan bahwa risiko-risiko kredit dapat dikelola dengan baik. OJK pun terus memantau potensi risiko kredit yang lebih besar terhadap sektor-sektor yang sangat bergantung pada ekspor, terutama produk-produk yang menjadi komoditas utama Indonesia.
Dengan kondisi ekonomi global yang masih penuh ketidakpastian, sektor perbankan Indonesia menghadapi tantangan yang cukup besar. Namun, dengan sistem pengawasan yang ketat dari OJK dan kecukupan modal yang cukup tinggi, sektor perbankan Indonesia diyakini mampu bertahan dan menghadapi turbulensi ekonomi global yang ada. ■