Meski transaksi digital melesat, BCA ungkap transaksi konvensional masih mendominasi

- 25 April 2025 - 08:32

Di tengah pesatnya adopsi metode pembayaran digital seperti QRIS, Bank Central Asia (BCA) mengungkapkan bahwa nilai transaksi konvensional melalui ATM dan transfer bank masih mendominasi secara signifikan. Meski volume transaksi digital tumbuh cepat, nilai transaksi besar tetap dilakukan lewat jalur konvensional. BCA pun mengandalkan strategi digitalisasi yang adaptif sembari mempertahankan infrastruktur tradisional yang tetap dibutuhkan nasabah.


Fokus utama:

  1. Pertumbuhan pesat QRIS dalam volume transaksi namun belum menyaingi nilai transaksi konvensional.
  2. ATM dan kartu debit tetap dominan untuk transaksi bernilai besar, terutama setor dan tarik tunai.
  3. Strategi BCA menjaga keseimbangan antara kanal digital dan konvensional dalam menghadapi perubahan perilaku nasabah.

Lonjakan penggunaan QRIS dan kanal digital belum menggoyahkan dominasi transaksi konvensional. BCA mengungkapkan bahwa meskipun volume transaksi QRIS meningkat pesat, nilai transaksi yang dihasilkan masih jauh di bawah metode seperti ATM dan transfer bank.

“Dari segi volume, QRIS meningkat besar sekali karena relatif mudah dan cukup disenangi,” ujar Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiaatmadja, Kamis (24/4). “Namun, dari sisi nilai transaksi, QRIS belum bisa menandingi metode konvensional seperti transfer yang nilainya bisa mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah.”

Jahja menjelaskan, rata-rata transaksi QRIS masih berada pada kisaran puluhan ribu hingga ratusan ribu rupiah—terutama digunakan untuk kebutuhan harian seperti belanja di toko kecil, UMKM, dan transportasi. Sementara itu, transaksi bernilai besar untuk kebutuhan bisnis atau transfer antarrekening masih mengandalkan metode tradisional seperti ATM, transfer bank, dan virtual account.

Meski tren digital semakin kuat, kanal ATM tetap memainkan peran sentral. “Orang masih menggunakannya untuk tarik tunai dan transaksi tertentu,” katanya. “Namun tren telah bergeser. Transaksi lewat smartphone lebih cepat dan lebih disukai.”

Data internal BCA menunjukkan bahwa dari lebih dari 19.500 mesin ATM yang tersebar di seluruh Indonesia, 75% telah mendukung fungsi setor tunai. Hal ini memberikan fleksibilitas tinggi bagi nasabah, khususnya pelaku usaha kecil yang kerap perlu menyetorkan hasil penjualan harian secara langsung.

Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim menambahkan bahwa total transaksi melalui kanal digital seperti mobile banking dan internet banking kini menyumbang 98% dari seluruh transaksi BCA. Meski demikian, transaksi lewat cabang masih menyumbang nilai yang signifikan, yakni 34% dari total nilai transaksi.

“QRIS mudah digunakan karena cukup menggunakan ponsel. Namun dari sisi value, memang masih lebih kecil dibanding transaksi melalui virtual account atau transfer bank,” kata Vera.

Ia menyebut, pertumbuhan volume transaksi QRIS pada 2025 mencapai lebih dari 20% dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan pertumbuhan transaksi mobile banking per pengguna mencatatkan kenaikan 25–26% secara tahunan.

Strategi BCA bukan hanya soal mengikuti tren, tapi juga menyiapkan sistem yang relevan bagi semua segmen nasabah. Di satu sisi, BCA terus mendorong adopsi kanal digital. Namun di sisi lain, bank ini juga tetap memperkuat layanan fisik untuk kebutuhan spesifik, terutama yang melibatkan transaksi tunai dalam jumlah besar.

Fenomena ini selaras dengan tren global. Data dari Bank for International Settlements (BIS) menyebutkan bahwa meskipun pembayaran digital meningkat secara eksponensial di berbagai negara berkembang, infrastruktur konvensional masih tetap dibutuhkan untuk menjembatani kelompok masyarakat yang belum sepenuhnya terhubung ke sistem digital.

Di Indonesia, berdasarkan laporan Bank Indonesia per Februari 2025, volume transaksi QRIS tumbuh 81,5% secara tahunan, namun nilai transaksinya baru mencapai Rp36 triliun—masih jauh di bawah nilai transaksi melalui RTGS (Real Time Gross Settlement) yang tembus Rp12.000 triliun.

Kondisi ini menunjukkan bahwa meski adopsi digital penting, transformasi sistem pembayaran tidak dapat dilakukan dengan mengabaikan keberadaan metode konvensional.

BCA tampaknya mempoaisikan diri di persimpangan, antara konvensional dan digital. Strateginya bukan memilih salah satu, tapi meramu keduanya agar tetap relevan. Dalam konteks ekosistem perbankan nasional yang tengah berkembang pesat, strategi hybrid seperti ini bisa menjadi model ideal untuk mengelola transisi digital yang inklusif dan berkelanjutan. ■

Comments are closed.