Pasca lepas bisnis konsumer dan perkuat bisnis korporasi, Citi Indonesia cuan Rp2,6 triliun!

- 25 April 2025 - 08:19

Citibank Indonesia membukukan kinerja impresif sepanjang 2024 setelah melepas lini bisnis konsumer ke Bank UOB Indonesia. Langkah ini membuat rasio efisiensi perusahaan membaik signifikan, dengan cost to income ratio (CIR) turun drastis. Di tengah ketidakpastian global, Citibank justru menguatkan fokus pada layanan korporasi, jaringan global, dan pembiayaan strategis lintas sektor.


Fokus utama:

  1. Penjualan bisnis konsumer mendorong efisiensi dan memacu profitabilitas Citibank Indonesia.
  2. Fokus baru diarahkan ke segmen corporate banking, global network, dan commercial banking.
  3. Citibank terlibat aktif dalam pembiayaan besar, termasuk sindikasi untuk BRI dan Charoen Pokphand.

Langkah strategis Citibank Indonesia menjual portofolio bisnis konsumer kepada PT Bank UOB Indonesia pada 2023 mulai membuahkan hasil signifikan. Tak sekadar mengurangi beban operasional, keputusan ini membawa dampak langsung terhadap efisiensi bisnis dan memperkuat posisi bank dalam lini layanan korporasi dan jaringan global.

CEO Citi Indonesia, Batara Sianturi, menjelaskan bahwa dampak terbesar dari divestasi bisnis konsumer terlihat jelas pada rasio efisiensi atau cost to income ratio (CIR) yang turun drastis dari 65,7% pada 2023 menjadi hanya 40,4% di akhir 2024. Angka ini menandakan perbaikan kinerja yang substansial.

“Kalau kami keluarkan US$40 untuk hasilkan US$100, tentu jauh lebih efisien daripada harus keluar US$65 untuk hasil yang sama,” ungkap Batara dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (24/4).

Penjualan lini bisnis konsumer, lanjut Batara, memang membuat perbandingan kinerja 2023 dan 2024 menjadi tidak setara (apple to apple). Namun, proyeksi ke 2025 akan menjadi ukuran lebih utuh. Ia meyakini arah strategi Citi Indonesia sudah tepat.

Tak hanya efisiensi, profitabilitas Citi Indonesia pun menunjukkan lonjakan. Sepanjang 2024, bank ini mencetak laba bersih sebesar Rp2,6 triliun. Return on Asset (ROA) meningkat menjadi 3,7% dari sebelumnya 3,3%, sementara Return on Equity (ROE) juga tumbuh ke level 13,7%.

Struktur permodalan perusahaan pun tetap kokoh. Capital Adequacy Ratio (CAR) Citibank mencapai 40,5%, naik dari 37,9% pada 2023. Sementara itu, rasio liquidity coverage (LCR) dan net stable funding ratio (NSFR) masing-masing berada di 333,8% dan 166,3%, jauh di atas ambang minimum yang ditetapkan regulator.

Meski mencetak kinerja positif, manajemen Citi tetap menaruh kewaspadaan. “Kami tetap waspada dalam menghadapi dinamika pasar yang kompleks, memastikan kami dapat terus menyesuaikan diri dengan perubahan regulasi sambil terus berinovasi dan melayani klien kami,” tegas Batara.

Dengan konsumer banking tak lagi menjadi prioritas, Citi Indonesia kini memusatkan perhatian pada layanan Corporate Banking, Global Network Banking, dan Commercial Banking.

Unit Global Network Banking mencatat pertumbuhan solid berkat inisiatif strategis, termasuk penguatan layanan koridor Asia-to-Asia—yang menjadi tulang punggung bagi perusahaan-perusahaan Asia yang menanamkan investasi di Indonesia.

“Pertumbuhan ini menjadi bukti kerangka bisnis yang kuat yang dibangun selama bertahun-tahun,” ujar Batara.

Tak hanya memperkuat layanan korporasi, Citi Indonesia juga memainkan peran penting dalam sejumlah transaksi strategis di dalam negeri. Pada 2024, Citi menjadi Bank Koordinator Tunggal dalam kesepakatan fasilitas kredit sindikasi bergulir senilai US$200 juta dan Rp7,5 triliun untuk PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk.

Bank ini juga dipercaya sebagai Mandated Lead Arranger pada pinjaman sosial senilai US$800 juta (dari total fasilitas US$1 miliar) untuk PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, sebuah langkah besar dalam pembiayaan berkelanjutan (sustainable finance).

Di lini Treasury and Trade Solutions (TTS), Citi mencatat pertumbuhan tajam berkat lonjakan volume pembayaran digital dan transaksi melalui corporate card yang meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini turut didorong oleh melesatnya transaksi instan dan perluasan basis simpanan pihak ketiga.

Langkah Citibank menanggalkan bisnis konsumer memang bertentangan dengan strategi banyak bank yang justru memperkuat segmen ritel. Namun, pendekatan fokus ke bisnis berisiko lebih rendah dan berbasis jaringan global memberi diferensiasi kuat bagi Citi Indonesia.

Ke depan, tantangan akan tetap besar. Namun dengan struktur modal yang kuat, efisiensi yang membaik, serta rekam jejak dalam mengelola transaksi berskala besar dan lintas batas, Citi Indonesia tampaknya telah memosisikan diri untuk menjadi salah satu pemain kunci dalam perbankan korporasi dan jaringan global di Indonesia. ■

Comments are closed.