
Bank Aladin Syariah mencatatkan rugi bersih Rp73,72 miliar sepanjang 2024, menyusut signifikan 67,48% dibandingkan tahun sebelumnya. Di tengah tantangan transformasi digital dan iklim kompetitif perbankan syariah, kinerja operasional bank menunjukkan perbaikan, dengan pertumbuhan pembiayaan, peningkatan dana pihak ketiga (DPK), dan penurunan rasio margin negatif.
Fokus utama:
- Rugi Bank Aladin Syariah menyusut tajam, menjadi sinyal awal perbaikan kinerja.
- Pertumbuhan tajam pada pembiayaan dan DPK menunjukkan kepercayaan pasar yang mulai pulih.
- Tantangan dan prospek bank digital syariah di tengah kompetisi yang makin agresif.
PT Bank Aladin Syariah Tbk. (kode saham: BANK) akhirnya memperlihatkan tanda-tanda pemulihan setelah mencatatkan rugi bersih Rp73,72 miliar pada 2024, turun tajam 67,48% dibandingkan rugi tahun sebelumnya yang mencapai Rp226,73 miliar.
Di tengah ketatnya persaingan industri bank digital, hasil ini menjadi sinyal awal bahwa Bank Aladin mulai menapak jalur konsolidasi dan efisiensi. Laporan keuangan tahunannya yang dipublikasikan pekan ini menunjukkan sejumlah indikator membaik, mulai dari pertumbuhan pendapatan, kenaikan pembiayaan, hingga perbaikan rasio margin operasional.
Pendapatan setelah distribusi bagi hasil melonjak 40,82% menjadi Rp302,87 miliar, dari sebelumnya Rp215,08 miliar. Margin operasional bersih (net operation margin/NOM) turut mengalami perbaikan, dari minus 4,77% pada 2023 menjadi hanya minus 0,99% pada 2024.
Artinya, beban operasional yang selama ini menjadi momok utama bank digital syariah mulai terkendali. Bank Aladin juga mencatat pertumbuhan pembiayaan dan piutang sebesar 53% secara tahunan. Total pembiayaan mencapai Rp4,74 triliun, naik dari Rp3,10 triliun pada 2023. Rasio pembiayaan bermasalah (NPF gross) tercatat hanya 0,04% dan NPF net sebesar 0,03%—menunjukkan kualitas aset yang cukup terjaga.
Di sisi lain, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 66,35%, dari Rp3,25 triliun menjadi Rp5,41 triliun. Porsi terbesar berasal dari deposito mudharabah yang mencapai Rp4,74 triliun. Lonjakan DPK ini mencerminkan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap model bisnis dan layanan digital syariah yang ditawarkan Bank Aladin.
Per akhir 2024, total aset Bank Aladin menyentuh Rp9,36 triliun—naik 32,05% dari Rp7,09 triliun. Meski angka ini belum sebanding dengan para pemain besar bank digital seperti BCA Digital atau Bank Jago, namun pertumbuhan aset ini menjadi tonggak penting dalam menunjukkan potensi Bank Aladin di sektor syariah.
Namun, tantangan masih besar. Industri bank digital syariah masih menghadapi masalah penetrasi pasar yang rendah, preferensi masyarakat yang belum sepenuhnya digital-ready, hingga regulasi yang terus berkembang.
Menurut laporan dari DSInnovate bertajuk Indonesia “Islamic Fintech Report 2024”, literasi keuangan syariah di Indonesia baru mencapai 9,1% dari total populasi, jauh di bawah literasi keuangan konvensional yang berada di kisaran 49,6%. Ini menjadi PR besar bagi pelaku industri, termasuk Bank Aladin, untuk mengedukasi dan memperluas pasar.
Pergantian direksi yang terjadi di pertengahan 2024, saat Dyota Marsudi mengundurkan diri dari jabatan Direktur Utama, juga menjadi sorotan investor. Penunjukan pemimpin baru menjadi momentum untuk mengakselerasi inovasi sekaligus memperkuat tata kelola perusahaan.
Dengan langkah-langkah efisiensi dan pertumbuhan yang mulai stabil, banyak pelaku pasar menanti apakah Bank Aladin mampu mencetak laba bersih pertamanya pada 2025. Jika tren pertumbuhan ini berlanjut, bukan tidak mungkin Bank Aladin akan menjadi benchmark baru bank digital syariah di Tanah Air. ■