Goldman Sachs prediksi harga emas tembus US$3.700 per troy ounce!

- 14 April 2025 - 09:05

Goldman Sachs memprediksi harga emas akan melonjak hingga US$3.700 per ounce pada 2025, didorong oleh pembelian besar-besaran dari bank sentral global, terutama negara berkembang seperti China. Lonjakan ini mencerminkan pergeseran strategi cadangan devisa menuju aset lindung nilai di tengah ketidakpastian geopolitik dan pelemahan dolar AS. Permintaan dari investor ritel dan institusi yang masih rendah juga menyisakan ruang kenaikan harga lebih lanjut.


Fokus utama:

  1. Prediksi harga emas oleh Goldman Sachs hingga US$3.700/ounce pada 2025.
  2. Dorongan utama dari pembelian emas oleh bank sentral negara berkembang, seperti China dan India.
  3. Potensi dampak terhadap ekonomi Indonesia dan prospek industri emas domestik.

Lembaga keuangan global Goldman Sachs memperkirakan harga emas akan mencapai US$3.700 per ounce pada 2025, seiring meningkatnya pembelian logam mulia tersebut oleh bank-bank sentral dunia. Lonjakan ini merefleksikan pergeseran strategis dari berbagai negara dalam mengelola cadangan devisa di tengah ketegangan geopolitik dan kekhawatiran terhadap stabilitas dolar AS.

Prediksi ini disampaikan dalam laporan terbaru Goldman Sachs yang dirilis pekan lalu. Analis komoditas senior Goldman menyebutkan bahwa tren akumulasi emas oleh bank sentral, khususnya dari negara-negara berkembang seperti Tiongkok, India, dan Rusia, menjadi kekuatan utama yang mendorong reli harga logam mulia tersebut.

“Bank sentral di negara berkembang semakin agresif dalam mengakumulasi emas sebagai langkah diversifikasi dari ketergantungan terhadap dolar AS,” tulis laporan tersebut, seperti dikutip Bloomberg.

Dalam satu dekade terakhir, bank sentral global telah menggandakan cadangan emas mereka, dan tren ini diprediksi berlanjut. China, sebagai contoh, telah membeli lebih dari 300 ton emas sepanjang tahun 2024, langkah yang dinilai sebagai bentuk hedging terhadap ketidakpastian ekonomi global serta melemahnya mata uang utama dunia.

Selain faktor permintaan bank sentral, harga emas juga terdorong oleh suku bunga riil yang rendah hingga negatif di sejumlah negara maju. Dengan inflasi yang tetap tinggi, investor mencari aset lindung nilai yang lebih aman, dan emas kembali menjadi pilihan utama.

Goldman juga mencatat bahwa permintaan dari investor ritel dan institusi masih relatif tertahan. Jika sektor ini mulai masuk pasar, maka harga emas bisa naik melebihi proyeksi saat ini.

Bagi Indonesia, proyeksi lonjakan harga emas ini berpotensi memberikan keuntungan bagi PT Aneka Tambang Tbk (Antam) sebagai salah satu produsen emas terbesar di Asia Tenggara. Selain itu, meningkatnya minat masyarakat terhadap investasi emas juga dapat mendorong pertumbuhan sektor ritel logam mulia dalam negeri.

Namun demikian, lonjakan harga emas juga dapat mencerminkan ketegangan makroekonomi global yang berpotensi mengganggu stabilitas pasar keuangan, termasuk di negara berkembang seperti Indonesia. ■

Comments are closed.