Optimisme bank besar AS: Emas bisa tembus US$3.500, S&P 500 akan terkoreksi?

- 3 April 2025 - 12:00

Bank of America, Citi, dan Goldman Sachs semakin bullish terhadap emas, memprediksi lonjakan harga hingga US$3.500 per ons dalam beberapa bulan ke depan. Sementara itu, JPMorgan dan UBS justru mengkhawatirkan potensi pelemahan indeks S&P 500 seiring perlambatan ekonomi AS.


Fokus utama:

  1. Bank-bank besar melihat peluang emas naik lebih tinggi di tengah ketidakpastian ekonomi global.
  2. Kebijakan China dan pertumbuhan ekonomi AS yang melambat menjadi pemicu utama pergerakan emas.
  3. JPMorgan dan UBS memperingatkan potensi koreksi lebih dalam bagi indeks S&P 500.

Tiga bank investasi terbesar di Amerika Serikat, yaitu Bank of America, Citi, dan Goldman Sachs, semakin yakin bahwa harga emas masih memiliki ruang untuk naik lebih tinggi. Di sisi lain, JPMorgan dan UBS justru memperingatkan potensi koreksi lanjutan bagi indeks S&P 500 di tengah melemahnya daya beli konsumen Amerika.

Michael Widmer, Kepala Riset Logam di Bank of America, menilai meskipun emas mengalami koreksi jangka pendek setelah mencetak rekor baru di US$3.085 per ons, tren jangka panjang tetap mengarah ke atas.

“Target jangka panjang kami adalah US$3.500, terutama didukung oleh kebijakan China yang memungkinkan perusahaan asuransi berinvestasi di emas,” ujarnya kepada Bloomberg. Ia menambahkan, kebijakan ini bisa mendorong akumulasi emas hingga 300 ton dalam waktu dekat.

Senada dengan Widmer, Max Layton, Kepala Global Komoditas di Citi, memperkirakan harga emas bisa mencapai US$3.500 jika ekonomi AS gagal mencapai proyeksi pertumbuhan yang diharapkan. “Dalam skenario utama kami, harga emas akan mencapai US$3.200 dalam beberapa bulan ke depan, dengan kemungkinan naik ke US$3.500 jika kondisi ekonomi AS memburuk,” kata Layton kepada CNBC.

Goldman Sachs pun sejalan dengan pandangan optimistis ini. Mereka memproyeksikan harga emas bisa menembus US$3.100, dengan alasan ketidakpastian kebijakan di AS yang membuat investor semakin mencari aset safe haven seperti emas. “Ketidakpastian kebijakan AS dapat meningkatkan permintaan emas, sementara bank sentral juga tetap melakukan pembelian dalam jumlah besar,” ungkap laporan Goldman Sachs.

Di sisi lain, JPMorgan dan UBS justru lebih pesimistis terhadap prospek pasar saham AS. Analis JPMorgan memperingatkan bahwa indeks S&P 500 bisa mengalami koreksi lebih dalam jika investor mulai melihat adanya pergeseran struktural di pasar. Mereka menyebutkan, jika suku bunga tinggi terus menekan ekonomi, maka koreksi S&P 500 baru 33% selesai.

Bhanu Baweja, Kepala Strategi UBS, juga menyatakan bahwa konsumen AS mulai kehilangan daya beli, yang bisa berdampak pada penurunan pasar saham. “Konsumen AS semakin lelah. Ekspektasi lapangan kerja, proyeksi belanja, dan tingkat kepercayaan mulai menunjukkan tanda-tanda pelemahan. Kami memperkirakan S&P 500 bisa turun hingga 5.300,” jelasnya dalam wawancara dengan Bloomberg.

Ketidakpastian ekonomi global dan kebijakan moneter AS yang belum stabil membuat investor mulai mempertimbangkan kembali strategi investasi mereka. Emas, sebagai aset safe haven, kembali menjadi pilihan utama bagi banyak investor institusi. Sementara itu, pasar saham AS menghadapi tantangan dari penurunan daya beli konsumen dan tekanan suku bunga yang tinggi.

Dengan tren ini, investor perlu mencermati perkembangan kebijakan ekonomi global, pergerakan pasar saham, serta kebijakan bank sentral dalam beberapa bulan ke depan untuk mengambil keputusan investasi yang lebih strategis. ■

Comments are closed.